Curhatku

SUDAHKAH KITA MENJADI MANUSIA?






Tidak banyak pepatah asli Manado, salah satu pepatah atau kata-kata bijak yang  menyongsong pendatang mengunjungi Bumi Nyiur Melambai, sebutan untuk kota Manado adalah  “Si Tou Timou Tumou Tou”. Bahkan kalimat tersebut dianggap sebagai motto. Kata-kata tersebut diucapkan oleh Dr. Gerungan Saul Samuel Jacob Ratulangi, Pahlawan Nasional dari Sulawesi Utara yang namanya diabadikan menjadi nama bandar udara Manado.


Makna dari “Si Tou Timou Tumou Tou” menurut penjelasan almarhum Om saya Jack C. Parera (Mantan  Kepala Pariwisata Sulawesi Utara), sangat dalam. Artinya dalam bahasa Indonesia :

Versi 1. Manusia baru bisa disebut manusia kalau sudah bisa memanusiakan manusia.
Versi 2.  Manusia  hidup untuk menghidupkan orang lain.

Lomba SADAR HATI, menjadi kesempatan saya  mencari tahu dan merenungkan makna pepatah “Si Tou Timou Tumou Tou”. Inilah hasil perenungan saya.

Versi 1. Manusia baru bisa disebut manusia kalau sudah bisa memanusiakan manusia. Sangat dalam kandungan filsafat dalam kalimat ini. Sebenarnya tidak heran juga, karena kalimat itu  buah pikir dr. Sam Ratulangi, yang secara intelektual tidak diragukan.

Dalam kehidupan sekarang di mana jejaring sosial sudah menjadi aktifitas yang dilakukan sebagian besar masyarakat, pemahaman “kemanusiaan” sebagai rasa yang seharusnya ada dalam diri manusia, kian pupus. Perhatikan selama masa Pilpress sampai pasca pengumuman KPU bahkan hingga keluar hasil putusan MK, begitu banyak hal yang bisa disimpulkan sebagai matinya rasa kemanusiaan. “Membully” orang yang berbeda baik beda agama, beda pilihan partai, beda pandangan seakan sah dianggap sebagai lawan.

Menganggap dan memperlakukan orang lain sebagai manusia adalah dengan menghormati segala hak yang dimiliki manusia lain. Walau apa yang menjadi haknya berbeda dengan diri kita. Beda keyakinan/agama adalah masalah yang paling sensitiv di Indonesia. Tapi kami di Manado, masyarakat yang mayoritas non muslim tidak pernah menjadikan yang berbeda sebagai ancaman.

 “Manusia baru bisa disebut manusia kalau sudah bisa memanusiakan manusia. Adalah bagaimana kita meletakan kepentingan perorangan jauh di belakang kepentingan masyarakat yang lebih luas. Nilai ini ada dalam salah satu dari 36 butir penjelasan Pancasila. Masyarakat Indonesia  terbiasa dengan hidup gotong royong, sudah terbiasa dalam mengutamakan kepentingan yang lebih besar ketimbang kepentingan pribadi. Hal ini juga terkandung dalam pemahaman rela berkorban. Berani berkorban untuk yang benar. Artinya berani karena benar. Walau kondisi ini terbilang sulit di masa sekarang tapi bukan tidak ada.

Versi 2.  Manusia hidup untuk menghidupkan orang lain.
Kalau ditinjau dari ilmu sosiologi. Sejak lahir manusia membutuhkan orang lain. Interaksi dengan orang/mahluk (hewan) lain adalah salah satu hal penting dalam kehidupan manusia. Manusia adalah satu-satunya mahluk ciptaan Tuhan yang memiliki harkat tertinggi karena dilengkapi dengan akal dan budi (hanya manusia yang mempunyai akal dan budi, hewan hanya memiliki naluri)

Budi di sini adalah nilai-nilai sosial positif yang dianut berdasarkan pengajaran keluarga dan lingkungan tempat manusia itu berada. Maka ada motivasi yang mengatakan jika ingin menjadi orang pandai bergaulah dengan orang pandai. Bukan lalu kita berpenampilan atau bergaya seperti orang pandai. Tapi cara berpikir dan berprilaku mereka yang  kita tiru. Bergaul dengan orang pandai tidak berarti kita harus ada di dekat mereka. Tapi lebih pada belajar mengenali orang lewat  pola pikir dan prilaku orang pandai. Apa yang membuat mereka menjadi pandai. Oh, karena mereka menggunakan lebih dari lima jam untuk membaca. Pantas pengetahuan mereka luas. Bagaimana mereka bisa menjadi analisa yang hebat? Oh karena mereka lebih banyak mendengar dari pada mencela.

Sedangkan binatang hanya memiliki naluri, yang menjadikan hewan bisa baik atau jahat tergantung pada tingkat keamanan akan nyawanya. Maka tak sedikit hewan yang bisa menyerang hewan lain jika merasa terancam. Sebaliknya dihabitat yang tidak ada tantangan, hewan tidak akan menjadi ganas.

Dengan kata lain Manusia hidup untuk menghidupkan orang lain, karena tugas manusia memang mengantarkan manusia lain (baik anak atau orang yang kita asuh/didik) untuk memiliki kehidupan sendiri. lihatlah siklus kehidupan kita dan keluarga. Menikah, memiliki anak lalu para orangtua berkerja, mencari nafkah, memenuhi kebutuhan hidup anak-anaknya, lalu anak-anak dewasa, menikah dan siklus seperti itu berjalan terus. Kita hidup bukan diri kita. Sama seperti pengertian  kita makan untuk hidup tapi kita hidup bukan “hanya” untuk makan. Ada hal lain yang lebih besar dari sekedar makan. Mengisi hidup itu sendiri dengan hal yang bermanfaat bagi orang lain. Pada saat kita/orangtua kita melepaskan anak menikah (Melepaskan anak pada sebuah kehidupan dengan tanggung jawab) Maka sesungguhnya hal itulah yang sudah menjadikan kita sebagai manusia. Sebuah keadaan di mana kita rela berbagi/melepaskan kebahagiaan kita untuk orang lain.

Almarhum ayah mertua saya, selama hidupnya sering mencari anak-anak di pelosok desa yang ingin bersekolah. Dengan izin orangtua anak tersebut, dilengkapi surat pengantar dari pengurus desa, alm. Ayah mertua saya membawa anak-anak tersebut ke rumah. Dipekerjakan dengan dilatih ketrampilan (Bertukang/berdagang dll) juga disekolahkan. Sudah tak terhitung jumlah anak yang berhasil memiliki kehidupan sendiri dengan keberhasilan tingkat pendidikan bergantung pada keuletan si anak. Sebagian tamat SLTA, sebagian D3 dan S1. Kini mereka sudah memiliki kehidupan sendiri dan walau ayah mertua saya sudah almarhum. Mereka masih mengunjungi ibu mertua saya untuk bersilaturahmi.

Dalam satu kesempatan ngobrol dengan almarhum, saya sempat mempertanyakan tujuannya. Jawaban almarhum masih saya ingat. Beliau mengatakan, saat kita memutus rantai kemiskinan, maka kita menciptakan kehidupan manusia yang bermartabat. Kemiskinan dan kebodohan adalah dua hal yang menyebabkan orang menjual harga diri. Tanpa harga diri hidup tidaklah berguna.

Lalu apa yang Ayah dapatkan? Tanya saya lebih lanjut. Almarhum hanya tersenyum dan berkata: “Kebahagiaan. Bahagia adalah saat kita bisa berbuat baik bagi sesama.”


Memanusikan manusia, adalah ajaran bagaimana kita menghormati orang lain sebagaimana kita menghormati diri sendiri. Perlakukan orang lain sebagaimana kita ingin diperlakukan. Ingin dihargai, hargailah orang lain. Ingin dihormati, hormatilah orang lain. Ingin diakui, akuilah keberadaan dan karya orang lain. Saya percaya dengan memanusiakan manusia, sebenarnya kita diajak untuk meningkatkan derajat semua manusia sebagai ciptaan tertinggi dari sang Kuasa. Manusialah yang memegang kendali atas hewan dan tumbuhan, atas kerapihan dan kedisiplinan sistem.  Kita yang mengatur hidup bukan hidup yang mengatur kita.  Jadi pertanyaannya sudah menjadi manusikah kita?






24 comments:

  1. dalam banget artinya ya mak...

    ReplyDelete
  2. Terima kasih atas partisipasi Sahabat. Mohon cek kembali semua syarat dari poin 1-9. Salam :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mas Belalng sudah saya cek, rasanya tidak ada yang terlewat. Tapi andai ada yang terlewat boleh di kasih tahu?

      Delete
    2. Sudah, apakah masih ada yang terlewat?

      Delete
    3. Mohon cek kembali jumlah kata, Mbak. Terima kasih.

      Delete
    4. Mas Belalang Cerewet. Sudah tinggal 900 an.

      Delete
  3. Replies
    1. Ternyata....? aku makin cinta. Cinta sama kamu! Nyanyi aja deh

      Delete
  4. Anonymous10:32 PM

    Luar biasa, ternyata filosofinya sedalam itu ya. Sepertinya pepatah ini terkenal di Menado ya mak, bahkan saya pernah menyimak penjelasannya di TV swasta (saya lupa stasiun tv mana) tapi djelaskan bahkan oleh ketua Muhamadiyah Din Syamsyudin mungkin krn saking bagus dan populernya ya

    ReplyDelete
  5. Dalem banget artinya. Aku setuju banget memanusiakan manusia. Semoga kita dan anak2 kita bisa seperti itu. Kereeennnn. Dukung Mami Icha jadi juara GA nya ^_^

    ReplyDelete
    Replies
    1. Thx u Grace. Semoga aku beruntung lewat tulisan ini

      Delete
  6. itu klo di Jawa ada istilah 'urip sing urup', artinya hidup yang menyala, hidup yg tdk sekedarnya, ya salah satunya dg memanusiakan manusia tadi Mak Icha

    ReplyDelete
    Replies
    1. Uniek, makanya aku bilang, sebenarnya nilai-nilai kita sama makanya menyatu dalam Pancasila

      Delete
  7. Wah, skr aku jadi tahu slogan kota manado...

    ReplyDelete
  8. Anonymous11:42 PM

    Wih makjleb tenan ini Mak Icha...dalem banget maknanya...

    Gutlak Mak...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terkadang kata-kata indah kalau tidak direnungkan hanya sebatas kata, Mak. Thx u sudah mampir

      Delete
  9. iya waktu itu 5 hari di manado banyak tulisan itu..
    apaaa artinya? bahkan dikaos yang aku pake pun ada tulisannya begitu..
    dan ternyata memang betul artinya sama seperti yang Mama elisa jabarkan ;)

    sukses ya mak!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nchie, dulu aku juga cuek aja waktu ke Menado, nanya pun asal selintas doang. Tapi begitu direnungkan, ya amplop, dalem bingits.

      Delete
  10. Slogan yang bermakna dalam...

    ReplyDelete
  11. Sosok yang diceritakan di sini hebat2 eh.Semoga kita semua bisa memanusiakan manusia ya, Mak!!!

    Enggak egois. :)

    ReplyDelete