Kisahku: OLEH-OLEH DARI SEMARANG

Dalam sebuah perjalanan dinas ke kota Semarang, banyak hal baru yang kutemui, selain bertemu dengan sahabat cyber, aku juga bertemu hal-hal lucu dan seru. Waktu perjalanan dinas yang sangat sempit tetap aku manfaatkan untuk keliling kota Semarang. Baik mengendarai taksi, angkot atau becak.

Salah satu taxi di Semarang, membagikan kupon berhadiah pada para penumpangnya. Kupon tersebut akan diundi setiap awal bulan untuk mendapatkan bermacam-macam hadiah. Mulai dari rice cooker, magic jaar sampai setrikaan. Satu pendekatan yang menyenangkan buat konsumen taksi. Ada nilai plus.

Di kota Semarang becak adalah angkutan yang cukup menyenangkan. Aku bisa menikmati permandangan dan udara Semarang. Sore itu, ketika aku harus melakukan diskusi di sebuah hotel di kawasan Simpang Lima Semarang, dari hotelku menginap aku menumpang becak.

Aku menginap di hotel New Metro sedangkan diskusi di Hotel Horison. Jangan pernah mimpi di Jakarta ke hotel naik becak. Sore itu sungguh aku menikmati perjalanan yang hanya sekitar dua puluh menit.

Kota Semarang termasuk sebuah kota dengan kepadatan penduduk yang cukup padat. Kendaraan roda empat dan roda dua juga bis-bis kota memenuhi jalan raya. Tapi aku asyik saja menikmati kota yang dikenal dengan panganan kecil wingko babat dan bandeng presto. Matahari bersinar masih keras walau jam tanganku menunjukan pukul 16.30 sore. Sesekali aku harus menutup hidung karena semburan asap kenalpot namun tetap tak mengurangi kebahagiaanku.

Semula harga yang diminta tukang becak, Rp. 10.000 untuk membawaku dari hotel New Metro menuju hotel Horison. Aku menawar Rp. 5.000. Tukang becak minta Rp. 7.500 dan kita sepakat di angka 6.000 rupiah. Sesungguhnya aku tidak keberatan dengan harga yang diminta karena sebelumnya aku menumpang taksi dan argo yang harus aku bayar menunjukan angka 8.000 rupiah.

Setibanya di halaman hotel yang bersebelahan langsung dengan pusat perbelanjaan, aku tetap membayar tukang becak Rp. 10.000, toh aku tetap bisa minta ganti seharga tersebut di kantor sepulangku nanti.

Usai diskusi, aku diajak kawan yang memang tinggal di Semarang untuk menikmati Semarang di waktu malam. Semarang sama dengan kota-kota lain yang kehidupan malamnya tak ada. Jam baru menunjukan pukul sembilan tapi suasana kota sudah sangat sepi. Memang malam inipun bukan malam minggu.

Aku diajak menghabiskan malam di kawasan Gombel tepatnya dekat tugu tabanas. Sepintas kondisinya seperti di puncak. Melihat ke bawah nampak kelap-kelip lampu kota Semarang, sebenarnya kalau siang, pantaipun nampak. Namun cuaca sungguh tak bersahabat, baru saja usai memesan makanan dan minuman yang hangat, hujan menggenapi dinginnya malam.

Kami berempat lari menuju tenda-tenda yang terpasang. Sebenarnya dari awal aku enggan masuk ke bawah tenda karena ada dua pasang sejoli yang sedang memadu kasih. Tapi mengingat aku masih harus melanjutkan perjalanan ke kota Medan, maka aku tidak membiarkan diri sakit lantaran terkena hujan.

Seorang kawan, dengan sopan mohon ijin bergabung. Satu daru dua pasangan sejoli langsung berdiri. Sedangkan pasangan yang satu merasa dunia milik mereka berdua (yang lain ngontrak!) Mereka tetap merasa kami tak ada dan menikmati dinginnya malam dengan berbagi pelukan. Jujur, kami berempat yang merasa tidak enak. Tapi aku tak mau ambil pusing.

Usai menikmati jagung bakar dan pisang bakar dengan secangkir coffe mix, kamipun meninggalkan kawasan Gombel. Untung ada taxi yang masih berkeliaran sehingga kami tak harus menunggu lama. Tiba di hotel, mandipun tak sanggup. Hanya berganti pakaian lalu gosok gigi, aku segera menyembunyikan tubuh ini di balik selimut.

Semoga suamiku, kedua anakku Bas dan Van juga merasa hangat di tenmpat tidur mereka, doaku dalam hati. Tak perlu waktu lama untuk terlelap karena memang tubuh ini sudah sangat letih, mengingat belum istirahat sejak berangkat pukul.5.30 dari Jakarta dan menjelang pukul 12.00 aku baru bertemu kasur lagi.

Alarm tubuh ini sudah sangat menyatu, pukul lima aku terbangun. Karena ini memang waktu aku mempersiapkan sulungku ke sekolah. Ku coba memejamkan mata tapi sulit. Ku kirim sms, mengucap salam selamat pagi dan sejuta rindu. Suamiku langsung menghubungiku dan akupun bisa berbicara dengan si sulung. Si bungsu masih di buai mimpi. Aku berpesan pada si sulung agar menjaga adik yahng dijawab sulungku dengan janji yang manis. “Aku pasti akan menjaga dan bermain dengan Vanessa” Ujarnya.

Ada keharuan yang menyentuh relung hatiku. Rasanya sulungku menjadi sangat dewasa. Sulungku menambahkan “Mama jangan khawatir, aku akan menurut kata papa” tambahnya lagi sebelum telephone di akhiri.

Saat aku usai mandi dan bersiap-siap untuk pulang, aku dan rekan sekamarku berniat mencari sarapan diluar hotel. Kami ingin menikmati Semarang, mulanya kami sepakat untuk mencari oleh-oleh di kawasan Pandanaran sebelum sarapan tapi aku membatalkan untuk ikut karena berjanji bertemu kawan cyber. Maka aku tinggal di hotel dan bertemu nanti pada saat sarapan di tempat yang akan disepakati.

Kedatangan kawan cyberku di hotel hanya berselisih beberapa menit dari kawan sekamarku, akhirnya kami bersama-sama keluar dari hotel untuk mencari makan. Sebelumnya kami sempat singgah di Kuil Sam Po kong. Kuil yang sangat terkenal karena merupakan mata rantai hubungan Jawa, Islam dan negeri China. Setelah mengambil gambar sebagai kenang-kenangan, kamipun meluncur ke tempat Bakso Geger. Tempat Bakso ini menjadi semakin terkenal manakala masuk acara Wisata Kuliner, sebuah program salah satu televisi swasta.

Tapi bukan makan baksonya yang menjadi istimewa, melainkan perbincangan dengan supir taksi yang kami ajak serta makan bersama. Perbincangan dengan supir taksi akan aku tuliskan di tulisan yang lain. Semangkuk bakso dan segelas es kelapa membuat perutku nyaman. Saat jam menunjukan pukul 11.00 aku harus segera menuju airport karena pesawat akan take off pkul 12.10 menuju Jakarta.

Semarang oh Semarang, suatu hari nanti aku akan kembali untuk menyusuri kota. Menikmati panganan dan hiburan serta berbincang dengan para sahabat. (24 April 2007)