Setelah malam tahun baru, aku baru berkumpul kembali dengan keluarga besar mamiku lagi, kemarin. Bertepatan dengan ulang tahun salah satu keponakanku dan kembalinya adiku dari dinas ke China.
Saat berdoa mensyukuri berkat yang diterima seluruh keluarga besar kami, aku terkejut karena terselip doa syukur atas terhindarnya kakakku nomor lima, suaminya, anak bungsunya dan mamiku dari musibah pesawat Adam Air yang hilang 1 Januari 2007.
Doa selesai, kakakku menuturkan ceritanya. Sang suami yang bekerja di Departemen Keuangan mendapat tugas mengawal dana dari Asian Development Bank. Tujuannya Aceh dan Menado. Jadual dinasnya, berangkat tanggal 4 Januari 2007. Karena masih dalam suasana Natal dan tahun Baru, maka suami kakakku bermaksud menyenangkan istri dan mertuanya (mamiku. Maka suami kakakku memilih ke Menado lebih dulu, agar bisa mengajak istri, anak dan mertuanya. Dengan pertimbangan masih dalam suasana natal. Maka disepakati berangkat di awal tahun.
Satu minggu sebelum keberangkatan, Sang suami meminta informasi dari adikku yang bekerja di biro perjalanan mengenai harga dan jadual keberangkatan. Adikku menginformasikan keberangkatan tanggal 1 Januari tinggal Adam Air. Karena ini juga musim liburan, maka harga ticket sangat mahal. Sekitar Rp. 2 juta pulang pergi satu orang. Padahal biasanya paling berkisar antara Rp. 1 juta sampai Rp. 1,2 juta perorang pulang-pergi.
Ketika sang suami menginformasikan pada istrinya (kakakku) sang istri keberatan dengan harga yang mahal. Mengingat, bulan depan masih harus membayar uang semester anak-anaknya yang masih kuliah. Kata suaminya, bisa dapat ticket yang lebih murah tapi tidak terbang pada tanggal 1 Januari 2007. Dan itu berarti kakaku tidak bisa ikut karena si bungsu sudah masuk sekolah.
Mendengar cerita itu, kami semua mengucap syukur. Tuhan masih memanjangkan usia beberapa anggota keluarga kami. Bukan kami bersyuur orang lain kena musibah tapi kami percaya semua ini Tuhan yang menentukan. Tuhan yang punya rencana, menghindari beberapa keluargaku berangkat dengan Adam Air ke Menado pada tanggal 1 Januari 2007.
Kami percaya pertimbangan logis kakakku (karena mahalnya harga ticket) dan lebih memilih membayarkan uang kuliah anak-anaknya, maka pilihan itu menjadi berkat dari Tuhan. Sungguh kami tak dapat membayangkan seandainya kakakku tidak ingat harus membayar uang kuliah anak-anak. A
ku percaya kasih ibu (kakakku) pada anak-anaknya yang menghindari keluarganya termasuk mamiku dari musibah Pesawat Adam Air. Aku hanya bisa mendoakan, semoga keluarga yang ditinggalkan para korban musibah pesawat Adam Air diberikan kekuatan dan ketabahan. Semoga tidak terjadi musibah lagi. (Icha Koraag, 18 Januari 2007)
Keep up the good work.
ReplyDelete