Curhatku

Mengerikan: Kental manis dipersepsikan sebagai susu pertumbuhan




Dalam konferensi pers secara virtual, Hasil Penelitian Persepsi Masyarakat tentang Kental manis, ditemukan 28,96% dari total responden mengatakan kental manis adalah susu pertumbuhan, dan sebanyak 16,97% ibu memberikan kental manis untuk anak setiap hari. Dari hasil penelitian juga ditemukan sumber kesalahan persepsi ibu, dimana sebanyak 48% ibu mengakui mengetahui  kental manis sebagai minuman untuk anak  adalah dari media, baik TV, majalah/ koran dan juga sosial media dan 16,5% mengatakan informasi tersebut didapat dari tenaga kesehatan.

Penelitian dilakukan YAICI, PP Muslimat NU dan PP Aisyiyah tentang Persepsi Masyarakat Tentang Kental Manis  Dilakukan di  DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, NTT dan Maluku. Total responden adalah 2.068 ibu yang memiliki anak usia 0 – 59 bulan atau 5 tahun. Melihat hasil temuan penelitian ini, kita wajib waspada. karena mempersepsikan kental manis sebagai susu pertumbuhan, bisa jadi awal kegagalan dalam menyiapkan generasi emas di tahun 2045

Dr. Tria Astika Endah Permatasari, SKM.MKM, Dosen Prod. Gizi, Fakultas Kedokteran dan  Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta mengingatkat pemberian susu untuk anak harus disesuaikan dengan kategori usia.  “Untuk usia 0-6 bulan, berikan ASI ekslusif, karena zat gizi yang dibutuhkan anak usia 0-6 bulan pertama tersebut, ada pada ASI,”

Lebih lanjut Dr. Tria menjelaskan: Salah satu jenis produk susu yang sebaiknya tidak diberikan kepada anak terutama bayi dan balita adalah susu kental manis. “Kental manis sebetulnya bukan susu, dilihat dari tabel kandungan gizi, kental manis memiliki kandungan karbohidrat paling tinggi yaitu 55% per 100 gram, sehingga tidak dianjurkan untuk balita.”

Hasil penelitianjuga  menunjukan ada 28% lebih Ibu yang mempersepsikan kental manis sebagai susu pertumbuhan, dan 48 % ibu mengetahui kental manis sebagai minuman untuk anak dari media massa (TV/majalah/koran) dan 16,5% dari media sosial, maka diperlukan kerja ekstra lebih keras untuk mendesak pemangku kebijakan membuat regulasi. 

Ketua Majelis Kesehatan PP Aisyiyah Chairunnuisa membenarkan  peran penting  media di dalam memberikan persepsi kepada masyarakat. “Termasuk memberikan persepsi kepada masyarakat tentang kental manis adalah susu,”  Nah inikan perlu MENDAPAT PERHATIAN SERIUS, APAKAH SELAMA INI NARASI DI MEDIA TENTANG KENTAL MANIS SUDAH BENAR? kalau sudah benar, mengapa masih banyak ibu yang mempersepsikan sebagai susu, sehingga ditemukan dalam penelitian ini,  1 dari 4 anak, meminum kental manis, setiap hari.

Memang tidak mudah mengubah persepsi kental manis sebagai susu. Erna Yulia Soefihara, selaku Ketua Bidang Kesehatan PP Muslimat NU mengatakan bahwa ia dan kadernya di seluruh Indonesia mencoba untuk merubah persepsi bahwa kental manis itu bukanlah susu yang bisa diminum untuk balita. “Tapi memang sangat sulit ya, saat kita melakukan sosialisasi itu karena sudah begitu lama di mereka itu bahwa susu kental manis itu sehat.  Sudah menjadi kebiasaan, setelah lepas ASI mereka mengganti tidak dengan susu untuk anak, tapi memberikan kental manis,” 

Ketua Harian YAICI Arif Hidayat menjelaskan, sebetulnya sudah ada aturan untuk iklan kental manis, di mana tidak boleh diminum dalam bentuk cairan (Segelas susu), tidak boleh ada anak usia balita. kenyataannya memang baik diklan maupun di kemasan sudah tidak ada sosok anak balita tapi berpindah ke sponsor tayangan sinteron.

Temuan penelitian ini menjadi peringatan sekaligus himbauan buat semua orangtua terutama Ibu yang paham untuk mengedukasi calon ibu atau ibu muda disekitarnya. Karena pemberian kental manis jangka panjang akan mengakibatkan gizi buruk dan stunting. Dua hal yang menjdi kendala besar dalam menyiapkan generasi emas.

Lebih lanjut Arif Hidayat mengatakan, persoalan kental manis tidak hanya sebatas mencukupi gizi anak, namun juga potensi kerugian yang dialami negara akibat stunting bisa mencapai 2 persen sampai 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) setiap tahunnya. “Ini angka yang besar sekali. Kita lihat PDB 2019 sebesar Rp 15.833,9 triliun, maka kerugian stunting bisa mencapai Rp 474,9 triliun.  sayang lah kalau dana sebanyak itu menjdi sia-sia. Karena dengn dana sebanyak itu, justru harus bisa digunakan untuk asupan gizi yang lebih baik lagi bagi balita di Indonesia.

Hail penelitian ini membuat saya sebagai perempuan yang juga ibu dari dua anak remaja, merasa ikut bertanggung jawab untuk mengedukasi orang-orang disekitar saya tentang apa itu kentalk manis, dan dampak buruknya jika diberikan  pada balita dalam waktu yang lama. tapi saya juga tidak menutup mata kalau pandemi covid19 membuat banyak ibu terhambat ekonominya sehingga tidak bisa memberikan susu perumbuhan yang sesungguhnya. 

Informasi membuat masakan rumahan berbahan sederhana dan murah namun mempunyai kandungan gizi yang cukup menjadi tantangan ke depan untuk disosialisasikan. karena sesungguhnya dengancukup  mengkonsumsi makanan bergizi, maka anak di atas usia 2 tahun tidak perlu diberikan susu.






No comments:

Post a Comment