Maskerku melindungimu, maskermu melindungiku |
Sebetulnya bukan cuma di Indonesia tapi juga seluruh dunia.
Wabah Covid19 ini masih betah bertahan, berlama-lama. Nah karena betahnya si
Covid19, sebagai manusia yang diberikan akal dan budi untuk berpikir dan
bertindak, pastinya saya dan juga banyak orang nggak bisa diam saja. Saya tahu,
gara-gara wabah covid19, ekonomi banyak orang jadi carut marut. Tapi membuka
akses beraktifitas, saya lebih nggak setuju.
Saya membaca curhat seorang kawan, Andi Malewa di sini.
Sebagai seseorang yang memotori Institut Musik jalanan, Wadah Musisi Jalanan
alias pengamen, saya paham benar keprihatinan Andi. memang menyedihkan kalau
pemusik jalanan ini kembali berkeliaran di jalanan.
Persoalannya, apakah dengan mengizinkan para musisi jalanan
itu berkumpul di satu tempat lalu menyelenggarakan hiburan secara langsung,
bisa menghindari dari covid19? Sebetulnya sama dengan pertunjukan lainnya yang
lewat aplikasi zoom, atau google meet atau apalah secara daring kalau petugasnya tetap saja banyak yang nggak
disiplin.
Tidak mudah mendisiplinkan masyarakat netizen +62, yang
selalu merasa lebih jago. Banyak yang beranggapan Covid19 ini cuma pengalihan
isue dari ketidakmampuan pemerintah menangangani persoalan bangsa. Mulai dari
masuknya TKA Cina, RUU PKS, RUU Cipta Kerja, RUU HIP, dan kasus korupsi.
Lihat saja bagaimana mereka menggelar demo, dengan tak lupa
membawa anak-anak. Lihat bagaimana mereka melakukan berbagai kegiatan
mengatasnamakan agama yang akhirnya melahirkan pasien baru yang banyak.
Kematian demi kematian tiap hari lewat di media massa maupun
di lini masa media sosial atau grup=grup WA. kalau orang biasa, bodo amatlah.
Tapi bagaimana dengan kematian para tenaga kesehatan? Dunia kedokteran di
indonesia bisa menjadi masa yang gelap
kalau tenaga kesehatannya berkurang banyak.
Di sisi lain, data terus berjalan, terjangkiti, kematian,
sembuh. Itu bukan data karena keinginan pemerintah mengalihkan isue. Coba
tengok para penggali kubur yang menangis karena nggak pulang-pulang.
Bagaimana mau kembali beraktifitas kalau memperbesar peluang
terjangkit covid19? Rasanya uang yang dicari bahkan sudah ditabungpun jadi
nggak berarti kalau dibayar dengan kematian.
Pemerintah memang menganggarkan bantuan sosial tapi nggak
cukup. Akhirnya mulai mengizinkan masyarakat beraktifitas dengan syarat
merapkan protokol kesehatan. Sempat tenar istilah #NewNormal, Atau tatanan
normal baru, yaitu kembali beraktifitas dengan menerapkan protokol kesehatan
seperti, hindari kerumunan, jika berada dikerumumanan harap jaga jarak.
Ke luar rumah, biar cuma ke tukang sayur depan pagar, harus
menggunakan masker. Dan sering-sering cuci tangan di air mengalir dengan sabun.
kemarin, ya baru kemain saya ke luar rumah naik kendaran umum (angkot)
Penumpangnya cuma saya dan pak sopir. pak sopir nggak pakai masker.
Masker cuma tergantung di leher, menurut pak Sopir dipakai
kalau ada polisi yang melakukan pemeriksaan (Check point). Saya tanya dong,
mengapa nggak dipakai maskernya, apa nggak takut dengan wabag coron? Pak Sopir
tertawa, "Itu mah bohong semua".
Saya melanjutkan bertanya, "Kok bohong? emang ngak dengar kalau
banyak kematian?" dan saya cuma bisa menghela napas panjang, saya Pak
Sopir mnejawab "Itu mah takdir".
Beberapa perusahaan sudah memanggil kembali pegawainya untuk
masuk kerja di kantor. Walau seminggu cuma 2-3 kali. tapi tetap saja bertemu
dengan banyak orang. baik di kendaraan umum, maupun di tempat kerja.
Maka balik lagi, kuncinya disiplin. memakai masker bakan
sekarang ditambah face shield. jaga jarak dan cuci tangan. hindari deh,
bersalaman apalagi cipika-cipiki. membaca status seorang kawan, menceritakan
keprihatinannya ketika kawannya, seorang Ibu Muda dengan anak 3 yang sangat
menjaga keluarganya. Tidak keluar rumah selama hampir 4 bulan terjangkit sang
suami yang sudah berkantor. Jadi suami dan
si Ibu serta balitanya, positif. Dua anaknya tidak. Mau marah?
Covid19 ini awalnya diinformasikan penyebarannya lewat
droplet, ludah atau percikan cairan dari hidung/mulut. Makanya memakai masker
bukan cuma melindungi diri sendiri tapi juga melindungi orang lain. Mahkan
rumors terakhir, covid19 ini bisa bertahan lama di udara terbuka. Jadi kalau
kita berhadapan/berkumpul lebih lama dengan orang tanpa gejala padahal sudah
positif terpapar covid19, maka besar peluang kita terjangkiti.
Lalu harus bagaimana dong? Disiplin. menerapkan Protokol
Kesehatan. Sejujurnya saya nggak setuju pemerintah mengizinkan masyarakat kembali beraktifitas. Karena kedisiplinan
masyarakat nggak terukur. Alias lebih banyak yang nggak disiplin. Pendidikan menerapkan sistem pemebelajaran
jarak jauh alias sistem daring/online.
Memaksa orangtua menjadi guru atau pendamping. Banyak yang
kesulitan menggunakan peralatan dan teknologi tapi lebih banyak yang kesulitan
mendampingi anak belajar. Tapi para
orangtua ini harus menaklukan ego mereka. Toh itu anak mereka sendiri selain
itu, biar mereka sadar, peran guru sangat luar biasa.
Duta Adaptasi Kebiasaan Baru dr. Reisa Broto Asmoro
menyampaikan bahwa, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan telah menerbitkan
Kepmenkes Nomor HK. 01.07/menkes/413/2020
tentang Pedoman Pencegahan Dan Pengendalian Coronavirus Disease 2019 atau
COVID-19 yang telah ditandatangani pada 13 Juli 2020. Beberapa perubahan yaitu
menyebut definisi kasus dengan sebutan suspect, probable dan konfirmasi.
"Pemutakhiran, panduan tersebut, semakin menguatkan
pelaksanaan arahan presiden, untuk tetap berkonsentrasi dan memassifkan 3T,
yakni testing, tracing, dan treatment. Khususnya, di wilayah Jawa Timur, DKI
Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, dan
Papua," kata Reisa di Media Center Gugus Tugas Nasional, Graha BNPB,
Jakarta, Selasa (15/7). Sumber:
Testing, Tracing dan Treatment, idelanya seperti itu, tapi
saya nggak percaya. Lebih banyak orang yang menghindari tes rapid, tes swab dan
memilih membayar untuk dapat surat keterangan negatif covid19. Menurut saya
nggak harus lockdown tapi Pembatasan Sosial Berskala Besar -PSBB itu sudah
benar banget. Tapi harus disertai sanksi. Sanksi demi tujuan #IndonesiaSehat,
tidak apa-apa. Tutup kembali Mall/pusat perbelanjaan. Pasar-pasar rakyat tetap
buka dengan penerapan Protokol Kesehatan ketat. Buka secara bergantian,
pembelipun datang secara bergantian. Saya yakin bisa diterapkan.
Pemerintah bisa mendorong perdagangan daring/online.
Kenyataannyakan selama pandemi covid19, penjualan daring/online memanf
meningkat. Mereka yang mau beradaptasi pasti akan bertahan.
Banyak kawan-kawan saya beralih menjadi penjahit dan penjual
masker. Itu menjadi sumber penghasilan. Kalau dulu bebas jajan dan belanja ya
masa pandemi covid19, dikurangi dulu atau bahkan ditahan. Karena saat
#Dirumahaja pengeluaran terbesar listrik, biaya internet, dan makan. Belanja
fashion atau lifestyle nggak perlu.
Saat pakai masker, liptik dan alat make up lainnya nggak
terpakai. Saat di rumah, cuma kaos-celana pendek dan daster. Baju bagus, tas,
sepatu nggak terpakai. Bosen masih lebih lebih baik daripada terjangkiti
covid19.
Daripada memberi peluang masyarakat nggak disiplin dan
berakhir dengan terjangkiti covid19, lebih baik kembali PSBB. Ekonomi carut
marut? resiko yang harus ditanggung. Lebih baik sehat untuk nanti kembali
beraktifitas daripada memperbaiki ekonomi sekarang dan berakhir dengan
kematian.
Sudah tayang di Kompasiana:
No comments:
Post a Comment