Saya menikmati masa kecil yang menyenangkan. Termasuk menikmati aneka permainan anak anak. Tinggal di sebuah Kompleks perumahan kecil. Hanya terdiri dari 31 rumah. Bentuk perumahan seperti botol. Masuk dan keluar perumahan hanya bisa lewat satu pintu.
Sepengetahuan saya, kami tinggal di Kompleks Perumahan ini, sejak kelahiran kakak no 6. Terlahir dari keluarga besar. Anak kedua orangtuaku ada 11. Saya anak ke 7. Kami bersaudara perempuan semua. Tapi kami menikmati semua jenis permainan termasuk bermain layang layang.
Jenis permainan yang saya mainkan sewaktu kecil, bermacam- macam. Biasanya jam bermain kami di kompleks mulai pk. 16.30. Jadi sepulang sekolah sekitar pk. 12.00-13.00 tidak ada yang bermain. Pulang sekolah, ganti baju, makan siang lalu tidur. Pk. 15.30 bangun, mandi lalu "tea time". Ya, saya baru tahu saat dewasa, menikmati teh dan kue pk. 16.00 itu istilahnya " tea time". Setelah ngeteh dan makan kue baru main ke luar.
Di kompleks kami ada satu lapangan bulu tangkis dan satu lapangan volly tapi jalan depan rumah cukup luas untuk bermain. Biasanya kami berkumpul dekat lapangan. Oh ya, zaman saya kecil mungkin program Keluarga Berencana belum berlaku. Rata rata jumlah anak di kompleks lebih dari 3. Mayoritas 5-11. Jadi tiap sore selalu ramai. Jika remaja dan orang tua main bulutangkis/ volly maka anak-anak bermain yang lain.
Bermacam jenis permainan kami mainkan. Ada yang menggunakan alat permainan ada yang tidak. Ada berkelompok ada individu. Berkelompok artinya permainan ini lebih seru jika dimainkan bersama-sama.
Permainan tanpa alat:
1. Tak lari, Tak jongkok dan Tak Umpet.
Aturan/ cara bermainnya sama. Beberapa anak gambreng/ diundi. Pada akhirnya akan ada satu anak yang harus mengejar anak lain yang tidak lari/ tidak jongkok atau tidak ngumpet/ sembunyi. Pergantian yang jaga jika si penjaga bisa menangkap anak lain.
2. Taplak.
Dibentuk sebuah gambar di Tanah/di aspal seperti tangga. 3 kotak bersusun berurutan bernomor satu hingga tiga lalu di atas kotak no 3 ada dua kotak berjajar dengan nomor 4 dan 5. Lalu di atasnya ada satu kotak lagi bernomor 6, sampai sini nyaris berbentuk salib. Lalu ada dua kotak lagi sejajar di atas kotak nomor 6 persis seperti kotak no 4 dan 5 Kali ini bernomor 7 dan 8. Lalu di atas kotak 7 dan 8 dibentuk setengah lingkaran. Cara bermainnya bisa individual bisa berpasangan.
Tiap pemain memegang gacoan yg terbuat dari potongan genteng. Awal bermain dimulai dng sistem undi, gambreng atau suit. Pemain peryama dilakuksn oleh yang menang undian. Cara bermain. Pemain melempar gacoan ke kotak ber nomor satu. Jika gacoan keluar kotak, pemain gugur dan diganti.
Jika gacoan masuk, maka kotak pertama harus dilewati dengan cara melompati. Selanjutnya kotak lain diinjak dengan satu kaki (jingkring). Dua kaki menjejak hanya pada kotak yang berjajar dua, yaitu kotak no 4-5 dan 7-8. Setelah semua kotak sudah diinjak, pemain kembali. Sebelum keluar, pemain harus mengambil gacoannya, baru melompat keluar. Begitu seterusnya. Pemenang ditentukan berdasarkan siapa yang berhasil melempar gacoan ke kotak bernomor paling tinggi.
3. Gala Asin/ Gobak Sodor juga seru. Bermain dengan kelompok. Terdiri dari 2 kelompok. Satu kelompok terdiri dari minimal 4 orang. Biasanya dimainkan di lapanfan bulu tangkis. Inti permainannya ada ruang yang harus di lalui dari depan hingga ke belakangan tapi ada penjagaan. Pemenang, adalah yang berhasil sampai di belakang tanpa di sentuh penjaga.
4. Bermain kelereng. Ini permainan seru. Dibutuhkan ketrampilan dan strategik untuk memenangkan banyak kereng. Ketrampilan ini bisa didapat kalau rajin berlatih. Anak laki atau perempuan bisa sama hebatnya.
5. Masak-,masakan dan jual jualan. Korbannya tanaman hias.
6. Main lompat karet.
Karet gelang dijalin/dikepang hingga lebih kurang dua meter panjangnya. Cara bermainnya bisa individu bisa kelompok. Dua ujung tali dipegang masing-masing orang. Yang bermain harus melompati karet terentang yang kedua ujungnya sudah dipegang. Mulai dari tinggi selutut hingga kedua tangan terangkat ke atas, istilahnya semerdeka. Yang menang yang bisa melompati hingga tahapan merdeka. kalau gagal melompati ditahapan tertentu, pemain berganti.
7. Bermain sambil bersandiwara. Sambil bernyanyi:
kakak Mia Kakak Mia
Minta anak barang seorang
Kalau dapat
kalau dapat
hendak saya suruh berdagang
Nanti di jawab:
Anak yang mana
akan kau pilih?
Dijawab:
Anak yang manis yang aku cari
Biar nanti, ia berdagang
Lalu anak-anak yang berpelukan membentuk rantai berpegang kuat-kuat pada induknya. Lalu yang meminta akan menarik dan berusaha melepaskan satu anak. Suara teriakan rami dan seru penuh gelak tawa.
Permainan dengan alat:
1. Seperti Kasti permainanan ini seperti sofball.
2. Mainlayang-layang. Saya cukup trampil memainkan layang layang tapi tidak trampil untuk adu layangan di udara. Saya mengoleksi layangan dari layangan putus yang nyangkut di kabel listrik atau pohon dekat atap rumah. Saya nggak berani ambil. Jadi cukup dijaga jangan sampai diambil orang. Nanti kalau Alm Papa pulang kantor, saya minta Papa yang ambil.
3. Main yoyo dan gangsing. Biasanya bermain lama lamaan dengan beberapa gaya. Kadang bertukar pinjam gangsing dan yoyo.
4. Main sepeda.
Tidak semua anak punya sepeda tapi yang punya sepeda meminjam ke yang tidak punya.
Jika hujan, biasanya kami main di teras salah satu rumah. Biasanya bermain bekel, congklak, baca buku atau tebak tebakan. Mulai dari nama nama buah, kota, negara hingga ibukota negara atau nama bandara. Baru saya sadar, mengapa orang dulu kuat akan pengetahuan umum. Pokoknya asyik dan seru.
Dari semua permainanan itu ada satu permainanan yang meninggalkan trauma dan penyesalan. Yaitu Permainanan Tak Umpet. Satu sore, saya bermain Tak Umpet dengan Adik dan kawan. Saat itu adik saya yang jaga. Untuk memberi kesempatan kami sembunyi, Adik saya tutup mata dan berhitung. Saat saya sembunyi dari persembunyian saya melihat seekor anjing membawa kaleng kornet dari tempat sampah. Setelah dijilati kaleng itu ditinggal tak jauh dari tempat Adik saya berjaga.
Saya berniat menyingkirkan kaleng itu karena "feeling" saya mengatakan, kaleng itu bisa melukai adik saya. Tapi baru saya mau keluar dari tempat persembunyian, saya mendengar adik saya berteriak: Sudah!
Saya kembali sembunyi dan dari persembunyian saya melihat adik saya berlari dan teriakan saya sama kerasnya dengan teriakan adik saya. Ketika kakinya menginjak kaleng kornet yang tepinya bergerigi. Adik saya terduduk, saya berlari mendekat, begitu juga yang lain. Semua keluar dari persembunyian.
Setelah melepas kaleng dan melihat separuh telapak kaki adik saya robek, saya pikir adik saya akan mati. Karena setelah kaleng lepas dan banjir darah, adik saya jatuh terlentang di tanah. Saya lari pulang dan menangis. Masih di pagar rumah saya sudah berteriak: Papa, jangan marah, kakak terluka. Oh ya, adik saya ini kembar. Yang lebih tua dari kembarannya, kami memanggilbya kakak. Papa yang baru pulang kerja, langsung keluar. Mama saya penakut. Mama lari masuk kamar.
Papa berlari memeriksa adik saya lalu menggendongnya. Papa memerintahkan saya ambil kunci mobil dan buka. Kakak-adik saya semua menangis. Kakak tertua dampingi Mama, saya ikut Papa. Kaki adik dibungkus kemeja kerja Papa. Papa menyetir dan saya yang memegang kaki adik yang terbungkus kemeja Papa. Baju saya penuh darah dan air mata.
Sampai di Rumah Sakit, Papa urus administrasi, saya menemani adik yang kondisinya antara sadar dan tidak. Airmata masih mengalir tapi tak ada suaranya.
Di ruang gawat darurat, adik saya kembali menjerit ketika kemeja Papa dilepas. Saya cuma bisa memegang tangannya, menciumi wajahnya dan mengajaknya berdoa. Adik saya mulai diam hanya terisak setelah disuntik. Saya melihat bagaimana gumpalan besar kapas dibasahi (dugaan saya) alkohol lalu dimasukkan ke kaki yang separuh telapaknya terbuka. Itu dilakukan berulang ulang lalu dijahit. Jahit ke dalam banyak, jahit di luar banyak.
Singkat cerita, dibutuhkan waktu lama sampai adik saya bisa berjalan lagi. Karena kaki pusat semua syaraf. Luka itu membentuk setengah kaleng kornet. Adik saya dapat beberapa kali suntikan anti tetanus dan banyak obat antibiotik. Akhirnya sembuh dan bisa berjalan lagi. Tapi berdampak tak bisa berdiri atau berjalan lama karena bisa tiba tiba kakinya lemas dan tak bertenaga.
Hingga sekarang kami masih suka mengenang petistiwa itu. Permainanan Tak Umpet yang meninggalkan trauma. Karena mengenang peristiwa itu selalu membuat perut saya mules. Tapi saya tak pernah melarang anak anak saya bermain Tak Umpet. Juga tak membenci permainanan itu. Namun tetap ada sebersit penyesalan, andaikan saya mengabaikan keinginan sembunyi, pasti tak terjadi kecelakaan itu. Saya berkali-kali meminta maaf ke adik saya. Dulu adik saya diam. Setelah dewasa, adik saya bilang itu takdir. Semoga Tuhan tahu, saya menyesal.
Tulisan ini diikutkan dalam
Giveaway Permainan Masa Kecil yang diselenggarakan oleh Mama Calvin dan Bunda Salfa"
akkkkk, jd kgn masa kecil dulu,
ReplyDeleteAku juga suka main petak umpet... semua mainan pernah aku mainkan kecuali nomer 7 :(
ReplyDeleteBtw, mbak aku undang BW ke "rumahku" ^^
Sama dong saya anak ke 7 dari 9 saudara
ReplyDeleteMami Icha kenaaaa :) seru ya main tak umpet
ReplyDeleteMasa kecil yang sangat indah, mak Icha :)
ReplyDeleteUntung aku masih merasakan semua permainan yang mak Icha sebutkan, jadi pingin ke masa kecil lagi hehe