Sulung saya, laki-laki
berusia 14 tahun dan kini duduk di kelas 8, sebuah SMP Negeri di Wilayah
Kebayoran Baru Jakarta Selatan. Sejak kecil ia lebih dekat dengan Papanya.
Karena Papanya seorang wiraswasta yang jam kerjanya disesuaikan sedangkan saya
pekerja yang terikat aturan kerja jam 08.30-17.30 setiap hari kecuali akhir
pekan.
Mengejar keterbatasan
waktu antara saya dan anak-anak, saya lakukan di akhir pekan atau menjelang
tidur malam di kamar. Kualitas komunikasi tidak bisa ditentukan berdasarkan
frekwensi. Tapi kedekatan hubungan antara orangtua dan anak dapat menjadi landasan
kualitas komunikasi walau dengan frekwensi yang terbatas.
Tahun 2014 adalah tahun
ketiga saya meninggalkan pekerjaan tetap. Sejak tahun 2011, saya memutuskan
memperbanyak waktu untuk keluarga. Saat itu Sulung saya duduk di kelas enam SD.
Panggilan nurani mengusik saya. Hingga akhirnya saya putuskan, ini saatnya saya
menyertai si sulung jelang ujian akhir SD.
Ternyata setelah saya
mempunyai waktu lebih banyak, tidak seperti bayangan saya. Saya membayangkan anak-anak
akan lebih sukacita karena saya di rumah. Saya keliru. Saya memakai ukuran saya.
Ada benturan yang tidak saya sadari. Kebiasaan anak-anak yang tidak saya
ketahui/lihat karena saya bekerja mengaggetkan saya. Misalnya, makan di suap
mba (Asisten RT). Padahal saat itu anak-anak sudah berusia 8 dan 11 tahun.
Untung saya dibantu
suami menyesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada. Saya mencoba, melihat
dan memahami. Ternyata ketika kedua anak saya pulang sekolah. Mereka nyaris
tidak berenergi. Berangkat pukul 5.50 pagi dan tiba di rumah pukul 14.30.
Karena lelah mereka tidak sanggup lagi makan sendiri. Jika dibiarkan makan
sendiri, yang ada mereka tertidur di meja makan.
Mulailah saya melakukan
pendekatan. Saat mereka pulang sekolah, saya minta mereka mencuci tangan dan
saya menyediakan masing-masing segelas es krim. Es krim habis, saya minta
mereka mandi. Usai mandi mereka sudah lebih segar dan makan siang sudah
tersedia. Mereka makan, saya menemani dan melayani. Selesai makan, gosok gigi
dan tidur.
Perlahan-lahan saya
membangun komunikasi dengan mereka. Ketika kedekatan kami kian erat terjalin,
saya memutuskan menghentikan asisten RT. Saya sanggup mengurus rumah dan
menangani keluarga dengan baik. Dan di sinilah saya sekarang.
Berikut percakapan
tak sengaja tapi berhasil mengorek info narkoba, saat si Sulung belajar.
“Sedang membuat apa,
kak?” Tanya saya pada si Sulung.
“Membuat Slogan”
Jawabnya tanpa mengangkat wajah dari aktifitasnya.
“Slogan apa? Untuk
apa?” Tanya saya lagi.
“Untuk tugas mata
pelajaran bahasa Indonesia” Jawabnya.
“Slogan apa yang kamu
tulis?”
“Narkoba Racun
Kehidupan” Jawabnya.
“Artinya?”
“Narkoba dapat
menyebabkan kematian” Jawab Sulungku.
“Kalau slogan, artinya
apa?”
“Slogan itu, kalimat
penyemangat” Jawabnya lagi.
“Hmmm, kalau menurut
kakak, narkoba itu apa sih?”
‘Narkoba, zat-zat yang
bisa mengakibatkan sesuatu yang buruk pada kesehatan manusia”
“Kata siapa?”
“Kata guru-guru”
“Kamu percaya?”
“Percayalah, masa
guru-guru mau berbohong?”
“Kakak pernah lihat
bentuknya?”
“Waktu Pelatihan Dasar
Kepemimpinan, salah satu informasi yang diberikan mengenai Narkoba dan
pengaruhnya dalam kehidupan. Ada gambar macam-macam narkoba. Ada yang berbentuk
daun namanya ganja, berbentuk bubuk namanya heroin atau putau dan berbentuk pil
sering disebut ekstasi. Kalau lihat aslinya, belum pernah” Jawab Sulungku
“Kakak kan salah satu
pengurus OSIS. Bagaimana kalau ada kawan yang terlibat Narkoba?”
“Ya, dilaporkan ke
guru”
“Tidak takut dijauhkan
kawan-kawan karena kamu pengaduan?”
“Mengapa harus takut?
Justru aku menyelamatkan mereka. Kan kalau tidak dihentikan, Narkoba bisa
membuat seseorang meninggal” Ujarnya mantap.
Percakapan di atas,
hanyalah percakapan saya dan putera sulung saya. Percakapan seorang Ibu dan
anak. Percakapan yang bisa dilakukan para orang tua di mana saja. Bukan sekedar
membangun komunikasi tapi juga untuk mengukur, sejauhmana pemahaman dan
pengetahuan anak-anak mengenai Narkoba.
Sebagai seorang Ibu,
salah satu trik yang saya pakai untuk mengetahui pemahaman, pengetahuan dan
pergaulan anak-anak saya adalah dengan ngobrol santai. Obrolan yang tidak
direncanakan tapi tetap terarah. Awalnya saya juga susah menyiapkan situasi di mana saya akan
menyampaikan informasi mengenai narkoba. Tapi tanpa sengaja saya melihat apa
yang di tuliskan si Sulung, membuka peluang obrolan santai.
Saya tidak perlu
menginterograsi. Sejujurnya, sebagai Ibu, saya memiliki kekhawatiran besar dan
saya percaya di luar sana, banyak ibu yang juga memiliki kekhawatiran yang
sama. Ketidakmampuan menciptakan suasana santai dan nyaman untuk ngobrol,
terkadang menjadi kendala.
Komunikasi bisa
tercipta jika ada rasa percaya satu sama lain. Rasa curiga justru kerapkali
membuat seseorang enggan berkomunikasi. Komunikasi adalah percakapan antara
satu orang dengan satu orang atau satu orang dengan banyak orang, untuk
menyampaikan suatu pesan.
Komunikasi bisa
dilakukan langsung atau menggunakan medium/perantara. Baik melalui
medium/perantara atau langsung, setiap komunikasi harus memerlukan tiga unsur,
yaitu Pembicara Orang yang menyampaikan pesan), pesan dan pendengar (Penerima
pesan).
Suatu pesan bisa
dipercaya juga bergantung pada siapa si pengirim pesan. Jadi kalau kita mau berkomuikasi
dengan anak, tidak bisa
terjadi begitu saja. Tapi ada suatu hubungan yang
dibangun anatara orangtua dengan anak. Semakin baik tingkat hubungan orangtua
dengan anak, ada kepercayaan yang terjalin, maka semakin mudah komunikasi di
bangun.
Ini beberapa Tips
membangun komunikasi dengan anak dan anggota keluarga lainnya.
1.
Sering-sering bertegur sapa, menyentuh,
berpelukan, peduli satu sama lain. Kedekatan ini bukan hanya antar anak dengan
orangtua tapi juga antar sesama anggota keluarga. (Suami-istri, orangtua-anak
atau antar saudara: kakak-adik)
2.
Perhatikan situasi dan kondisi. Suasana
ruangan tenang, anak pun tidak melakukan kegiatan yang memerlukan konsenterasi.
Tiap orang di ruangan berada dalam jarak dekat (Kurang dari dua meter). Ini
akan membuat satu sama lain tidak perlu bersuara keras. Terkadang suara keras
dapat mengintimidasi, sehingga orang kerap merasa tidak nyaman.
3.
Awali dengan percakapan ringan. Sajian
teh dan makanan kecil juga bisa mencairkan suasana. Bisa mulai ditanya komentar
mereka terhadap kue yang kita buat.
4.
Tingkatkan waktu kebersamaan. Misalnya
makan malam bersama. Nonton tv bersama, atau jalan-jalan bersama.
Jika suasana sudah
nyaman dan santai, sebagai orangtua kita bisa melemparkan pertanyaan. Berikut
beberapa pertanyaan untuk memulai dpercakapan seputar Narkoba.
- Siapa yang tahu
singkatan Narkoba?
- Menurut kamu Narkoba
apaan sih?
- Samakah Narkoba
dengan rokok?
- Pernah dengar
darimana istilah Narkoba?
- Siapa yang tahu, apa
akibat mengkonsumsi narkoba?
semoga anaknya selalu terhindar dari segala yang negatif ya mbak... salam kenal ^_^
ReplyDeletebaca ini, saya jadi inget tahun lalu pas masih ngajar anak2 SMP/SMA/K,salah satu bahan ajar/diskusi saya tentang narkoba mak..
ReplyDelete