Secangkir kopi
Elisa Koraag
Kepul-kepul asap meruah
Mengalir mengikuti kemana bayu berhembus
Wangi si hitam geletarkan
frekwensi elektrik
Memacu
kerja syaraf-syaraf otak.
Mengeleyar setumpuk rerasa
tenangkan ritme si jantung tubuh
Membuncah nikmat menyentuh lidah
Puaskan candu kafein hingga tetes terakhir
Cimahi,30 Agustus 2013.
Hari kelima tantangan #10daysforASEAN
terasa makin berat. Di mulai dengan sesuatu yang terkesan santai dan penuh
canda. Hari kelima tema yang diberikan, menuntut pemikiran serius. Bagaimana
Indonesia dan Vietnam menjadi partner dalam mendominasi perdagangan kopi bukan
sebagai pesaing. Tiga Negara penghasil
utama kopi di dunia adalah Brazil, Vietnam dan Indonesia. Pengetahuan
saya tentang kopi sangat terbatas. Saya tahunya kopi hanya dua jenis yaitu
Robusta dan Arabika, dan kedua jenis kopi ini ada, tumbuh dan diproduksi di
Indonesia.
Walaupun Brazil dan Vietnam sebagai
penghasil kopi dunia nomor satu dan nomor dua. Tapi kopi terenak dan termahal
di dunia masih kopi dari Indonesia yaitu kopi luwak. Kopi yang dibuat dari
biji-biji kopi hasil “buangan” luwak.
Operah Winfrey pernah minum kopi luwak dan
mengakui itu adalah kopi terenak yang pernah diminumnya. Ia sangat terkejut
ketika mengetahui kopi itu menjadi enak karena prosesnya melalui perut luwak
dan dikeluarkan sebagai bagian yang harus di buang tubuh, alias dari tahi
luwak. Saya sebagai orang awam tidak paham mengapa, itu menjadi kopi yang
terenak dan termahal.
Ternyata karena luwak tidak akan memakan
buah kopi yang tidak matang/ tidak bagus. Luwak hanya akan memakan buah-buah
kopi yang matang sempurna. Dan ukuran matang buah-buah kopi ini yang tahu ya,
hanya si luwak. Kalau luwak bisa bicara, barangkai dia menjelakan buh-buah kopi
yang matang sempurna yang cirinya begini.Tapi karena luwak hanya seeokr
binatang yang mengandalkan nalurinya, maka buah kopi yang matang sempurna hanya
luwak yang tahu. Maka biji-biji kopi yang dikeluarkan bersamaan dengan isi
perut luwak yang lain, menjadi istimewa dan mahal harganya.
Nikmatnya kopi luwak, mendorong
manusia berkreatif dan memelihara luwak. Luwak-luwak ini dikandangkan lalu
diberi buah-buah kopi sebagai makanannya. Luwak yang terpenjara tidak bisa
memilih. Luwak itu memakan buah-buah kopi yang diberikan untuk bertahan tetap
hidup. Luwak-luwak yang di kandangin tak bisa menolak, walau buah kopi yang
diberikan tidak enak karena belum matang.
Maka kopi luwak berdasarkan prosesnya
terbagi lagi secara kualitas. Kualitas terbaik tentu saja kopi yang dihasilkan
luwak yang bebas lepas di hutan. Maka kopi luwak jenis ini yang terbaik dan
termahal. Terbaik karena memang berasal dari buah kopi yang matang sempurna dan
disempurnakan proses dalam tubuh luwak. Selain karena hal itu. Kopi jenis
inipun tak bisa diproduksi secara masal karena bergantung dari jumlah si luwak
dan proses pengumpulannya yang memerlukan ekstra waktu dan ekstra perhatian.
Kualitas
kedua adalah kopi luwak hasil produksi masal. Yaitu hasil produksi luwak yang
di pelihara. Tetap mahal karena walau sudah terkontaminasi kerja manusia,
jumlah produksi kopi yang dihasilkan tetap tidak bisa sebanyak kopi-kopi yang
tidak keluar dari “tahi luwak”.
Indonesia memiliki beragam macam kopi.
Hampir di tiap daerah di seluruh wilayah Indonesia mempunyai kebiasaan minum kopi.
Sebut saja kopi Aceh, kopi Sidikalang, kopi Medan, kopi Padang, Kopi Lampung,
Kopi Jambi, Kopi Jawa, Kopi Toraja Kopi Bali, dll. Dan semua ini kopinya
berbeda. Bahkan di beberapa daerah seperti Jawa barat ada kopi yang terbuat
dari jagung. Kopi jagung adalah kopi yang terbuat dari jagung yang dimasak
tanpa minyak hingga hangus dan berwarna hitam, lalu dijadikan bubuk serupa
kopi. Berbeda dengan Padang. Ada masyarakat tertentu yang mengkonsumsi kopi
yang dibuat dari daun kopi.
Dulu kopi dari daun kopi dinikmati para
buruh perkebunan kopi. Mereka tidak bisa minum kopi karena akan dimarahi
majikan. Semua biji kopi harus disetorkan, maka berinisiatif para buruh kebun
kopi ini membuat kopi dari daun kopi. Soal rasa memang berbeda tapi dari
aromanya nyaris mirip dengan kopi. Lama-lama buruh-buruh kebun kopi ini menjadi
bisa minum kopI dari daun kopi. Kebiasaan itu terbawa hingga sekarang.
Perkebunan kopi yang berada di Indoesia,
hampir sama dengan perkebunan-perkebunan kopi yang ada di Vietnam baik tumbuh
dengan situasi kondisi tanah dan temperature cuaca yang sama, Di ketinggian dan
jenis tanah yang sama. Tapi saat ini Vietnam menghasilkan kopi yang secara
kuantiti diatas jumlah kopi yang mampu di produksi dan diekspor Indonesia.
Sebetulnya situasi dan kondisi semacam ini,
menuntut perhatian dan pertanggung jawaban. Karena jumlah luas kebun kopi yang
ada di Indonesia melebihi jumlah perkebunan kopi di Vietnam. Dan Vietnam mampu melakukan penetrasi
lebih dalam pada pasar dunia, sehingga kopi Vietnam mendunia. Selain dihasilkan
dari perkebunan kopi yang berkualitas, pemerintah Vietnam membuat kebijakan
perdagangan kopi yang baik. Sehingga masyarakat Vietnam dengan bersungguh hati
menjadikan kopi sebagai usahanya.
Bagaimana dengan Indonesia. Kesalahan bukan
pada para petani kopi. Tapi lebih pada kebijakan pemerinta yang menangani. Pemerintah
sebagai institusi Negara harus bisa membuat kebijakan perdagangan dalam negeri
maupun ekspor, menjadi sebuah kebijakan yang pro pada kepentingan masyarakat.
Misalanya mempermudah dengan meringankan pajak ekspor. Pemerintah juga bisa
meningkatkan frekwensi pameran perdagangan di LN khususnya untuk komoditas
kopi.
Benh Tranh market at the night |
Wisatawan dengan dana terbatas akan sangat
menikmati berada di Vietnam karena serasa jutawan. Nilai mata uang Vietnam
hanya setengah dari nilai mata uang rupiah. Dan produk souvenir yang dijajakan
agak lumayan dari segi kualitas.
Membangun, membina dan mengarahkan agar
Vietnam dan Indonesia menjadi partner dalam menguasai peredaran pasar kopi di dunia, bisa saja. Dalam upaya menuju Komunitas ASEAN 2015 dan
Komunita Ekonomi ASEAN 2015, perlu dibuat sebuah kebijakan bagaimana persaingan diganti dengan kerjasama saling
menguntungkan. Sebagai sama-sama Negara ASEAN,. Lebih dulu Indonesia dan
Vietnam menjadikan Negara anggota ASEAN dan ASIA menjadi pasar untuk kopi.
Indonesia dan Vietnam perlu mendidik kebiasan masyarakat dalam
mengkonsumsi kopi bukan sebagai minuman yang memang disukai karena rasanya.
Masyarakat Indonesiadan Vietnam perlu dilatih dibiasakan agar menjadikan kopi
sebagai bagian gaya hidup. Yang bukan sekedar dikonsumsi karena rasa tapi juga
karena menjadi bagian kehidupan. Hidup belum lengkap tanpa kopi.
Ketika persepsi sudah diubah, maka
Indonesia dan Vietnam bisa bergandengan tangan dan menembus pasar kopi dunia.
Kesinambungan dan konsistensi sangat diperlukan. Karena kebiasaan/pola hidup
manusai bisa dipengaruhi oleh media. Tapi kualitas dan kuantitas produksi,
apapun bergantung pada keseriusan dalam menanganinya.
Karena budaya minum kopi nyaris ada pada
semua peradaban manusia dari abad lampau hingga masa kini. Vietnam mengenal
kopi dan budaya minum kopi dari Prancis yang sempat menjajah Vietnam. Kebiasaan
mengkonsumsi dan membuka perkebunan kopi adalah warisan positif sisa
penjajahan.
Budaya minum kopi bukan semata menikmati
kopi. Tapi kopi menjadi media sosial, berkomunikasi dan membangun hubungan.
Keiasaan minum kopi di warng-warung kopi baik di masyarakat Vietnam maupun di
masyarakat Indonesia adalah sebuah kebiasaan yang dibangun untuk menjaga kebersamaan.
Di Aceh, kaum lelaki saat pagi pasti akan pergi ke kedai kopi. Bukan karena di
rumah tidak ada kopi tapi di kedai kopi akan bertemu orang - orang dan akan
banyak mendapat informasi Terkadang di kedai kopi pula di bahas sanksi-sanksi
sosial oleh pemuka adat. Di jaman modern, kedai kopi berpindah ke café-café
atau resto yang tujuanya masih tetap sama. Menghabiskan waktu bersama
kawan/keluarga.
Melihat persamaan-persaman ini, maka bukan
hal yang mutahil membangun hubungan kerjasama antara Indonesia -Vietnam
agar menjadi penguasan pasar kopi dunia.
.
It seems like green coffee is lastly becoming the part of marriage parties and the other social events.
ReplyDeleteThanks
Finn Felton
Kopi Luwak
bisa buat Wirausaha Sukses ini post
ReplyDelete