Buka bersama menjadi salah satu
kegiatan yang dilakukan selama bulan Ramadan. Maksudnya buka bersama adalah
buka puasa bersama-sama dengan kelompok-kelompok tertentu. Misalnya kelompok
arisan, kelompok eks teman-teman SMP atau SMA. Atau buka bersama bersama anak
yatim piatu.
Benarlah ajaran dan ajakan yang
menghimbau untuk berbagi di bulan suci Ramadan. Sebetulnya tidak hanya di bulan
Ramadan tapi pada bulan ini, dipercaya sebagai sebuah masa dimana pahal akan
dilipatkan gandakan jika berbuat kebaikan.
Aku non muslim tapi memiliki
banyak kawan dan sahabat muslim. Dan Buka bersama sudah menjadi bagian dari
silahturahmi. Aku bagian dari kawan-kawanku, karena aku banyak mendapat
undangan buka bersama. Bahkan ada juga undangan sahur bersama. Sayang mengingat
kondisiku yang sudah berkeluarga agak sulit rasanya kalau memenuhi ajakan sahur
bersama.
Undangan buka bersama pertama aku
terima dari rekan-rekan SMA. Kami memang masih menjalin silahturahmi dan arisan
tiap tiga bulan sekali. Sengaja tidak terlalu sering karena meminimalkan
tingkat kebosanan dan menghargai aktifitas kawan-kawan yang lain.
Buka bersama kali ini sekaligus
bertujuan mengenang sahabat-sahabat yang sudah lebih dulu menghadap Sang
Chalik. Usai sholat magrib, dilanjutkan dengan berbuka menikmati bubur kacang
hijau dan ketan hitam. Lalu kawan-kawan melanjutkan dengan terawih, aku
membantu beberapa kawan yang sedang berhalangan sholat menyiapkan makan malam.
Salah seorang kawan yang kini
menjadi Uztad memberi siraman rohani. Kami diingatkan makna puasa yang
sesungguhnya. Bukan sekedar menahan hawa nafsu tapi lebih bagaimana
mengendalikan diri dalam menghadapi berbagai situasi dan kondisi. Menahan lapar
dan haus di saat seharusnya berpuasa atau disaat memang tidak ada makanan dan minuman. Merenung dan mencoba merasakan
orang-orang yang memang tidak bisa makan karena memang tidak ada makanan.
Dalam kondisi tidak ada makanan,
mereka harus tetap berusaha agar bisa melewati hari dan menjalankan apa yang menjadi
kewajiban dan tanggung jawab mereka. Anak-anak busung lapar dan kurang gizi,
para lelaki dan perempuan lemas dan tak sehat. Membayangkan kondisi orang-orang
seperti itu, masih beranikah kita mengeluh?
Aku jadi teringat ketika
mengunjungi Sumba Barat, salah satu kabupaten di NTT yang termasuk salah satu
kabupaten termiskin di Indonesia dengan tingkat kematian ibu dan bayi
tertinggi. Jika di Jakarta, anak-anakku masih bisa membeli permen dengan harga
Rp. 1000 untuk 5 buah, maka di Sumba barat Rp. 1000 digunkan untuk membeli
bawang merah 3 buah/siung. Jadi jangan heran kalau disana jarang ada makan
berbumbu. Dimasak dengan garam dianggap cukup. Karena hanya garam yang bisa
diperoleh banyak dengan uang Rp. 1000.
Usai pertemuan, kami menyisihkan
sebagain rejeki untuk diberikan kepada kawan-kawan yang sudah tidak punya
pasangan, untuk digunakan keperluan anak-anaknya. Memang tak banyak tapi paling
tidak itu adalah tali kasih kami. Di akhir acara saat akan menaikan doa syukur
bersama, aku minta secara khusus untuk mendoakan ibu kandung dan ibu mertuaku
yang masih dalam kondisi tidak sehat. Aku percaya Tuhan maha mendengar dan
mengabulkan doa yang memang diniatkan. Terima kasih kawan-kawan, semoga bulan
Ramadan bisa meningkatkan iman dan taqwa kawan-kawan dan silahturahmi kita
tetap indah terjalin.
No comments:
Post a Comment