Judul : Love & Life Undercover (True Story)
Penulis : Nimas Kinanthi
Penerbit : Oase Qalbu
Ukuran : 14,5 x 21 cm
Halaman : 183 hal
Harga : Rp. 37.500
Buku ini menurut saya masuk kategori buku motivasi inspiratif. Namun judul-judul tiap babnya seperti kumpulan cerpen, ada Selembar Selendang Ungu, (Hal 13) Mawar Hitam Pernikahan (Hal 23) Sisi Biru (99) Laki-laki Secangkir Kopi (143) Berharap Mentari Esok Hari (167) Dengan cover bergambar perempuan memakain hijab dan baju berwarna merah, tulisan judul juga berwarna merah (kebetulan ini warna kesukaan saya) membuat buku ini nampak menarik. (di mata saya)
Buku ini membahas berbagai sudut pandang masyarakat terhadap status janda. Di tulis oleh seorang janda atas keprihatinannya pada situasi atau kondisi dimana janda dianggap “pengganggu”. Yang tahu dan mengerti tentang janda ya janda itu sendiri. Jadi buku ini memang mewakili perasaan para janda secara umum.
"Gerak-gerik janda secara tidak tertulis menjadi sebuah tindakan yang musti dimatai-matai dan dinilai baik buruknya. Parahnya, andaikan tindakan janda itu baik, orang diam tak bersuara. Tak ada pujian dan sanjungan. Tapi, saat tindakan janda mendapat nilai minus, seketika kabar buruk menyebar bersama hembusan angin memasuki telinga-telinga yang tak berfilter". (hal.14)
Janda adalah perempuan yang hidup sendiri baik karena cerai hidup atau cerai meninggal. Janda selalu memiliki konotasi yang kurang baik. Bahkan sebenarnya bukan cuma tidak baik tapi dunia (masyarakat umum) bersikap tidak adil. Dunia seolah milik kaum lelaki dan wanita hanya sebagai warga kelas dua. Apalagi kalau wanitanya berstatus janda.Cemooh dan cibiran selalu ditujukan kepada janda, tidak pernah atau jarang sekali ditujukan kepada duda. Masyarakat memaklumi kalau duda cepat menikah kembali. Hal berbeda jika dilakukan janda.
Buku ini bukan hanya berisi pandangan-pandangan masyarakat dan agama islam terhadap janda tapi juga berisi beberapa kisah nyata dari para janda . Kita tidak pernah mengetahui secara tepat apa perasaan para perempuan itu ketika mengurus perceraiannya. Buku ini mengisahkan bagaimana situasi Pengadilan Agama (PA). "Bagi pasangan suami istri, PA adalah tempat “ laknat” yang amit-amit untuk di datangi. Tapi bagi saya (penulis) dan ratusan pelaku perceraian , PA seperti surga kecil yang memberi setets air di tengah gurun tandus kepedihan. Pada bab PA Laksana Surga, penulis menceritakan konflik dalam diri". (hal. 62)
Ternyata bagi mereka yang akan bercerai, membuat keputusan bukanlah hal mudah. Berbagai hal sudah dipertimbangkan, namun ketika memasuki PA atau berurusan langsung dengan PA, berbagai pemikiran muncul, berkecamuk dalam pikiran menjadi pelemah atau penguat atas tindakan yang akan dilakukan di PA.
Buku ini mengisahkan pandangan-pandangan masyarakat yang sebagian besar sudah diketahui (bahkan mungkin mewakili pandangan kita) Menjadi menarik karena dilihat atau dituliskan oleh seorang janda. Buku ini tidak berisi sanggahan dari si penulis yang seorang janda, sebaliknya buku ini memberikan gambaran atau ungkapan bagaimana si penulis melewati kehidupan yang penuh tekanan karena stigma yang tertempel pada dirinya. Bahkan diceritkan penulis, ibunyapun masih kerap bergosip seputar janda dan penulis menghentikannya dengan mengatakan “di sini juga ada janda loh”. Biasanya sang ibu hanya tersenyum.
Buku ini mengungkapkan fakta yang sebenarnya secara pengetahuan sosial dan pengetahuan umum, kita sudah ketahui. Namun buku ini tetap menarik dan enak dibaca. Di selipkan beberapa istilah dalam bahasa Inggris yang banyak digunakan dalam perakapan sehari-hari. Ada juga bahasa gaul seperti “hiks” dan “gubrak” untuk mengomentari sedih (mengasihani diri sendiri) dan sesuatu yang menggemaskan. " Mereka datang bukan sekedar ingin bersahabat dengan saya, tapi juga ingin berhubungan lebih dalam dengan saya. Kebanyakan dari mereka adalah laki-laki beristri. Gubrak!" (hal.145)
Lika-liku menjalani hidup sebagai janda muda dengan segala problematiknya. Di cemburui sahabat sendiri, diremove dari friend list facebook maupun kontak blackberry, adalah hal yang dialami si penulis. Penulis lewat buku ini ingin mengatakan janda juga manusia. Punya rasa dan punya hati. Terbaca dari keinginannya mempunyai keluarga yang utuh." How happy having a complete family? "Tanya penulis di pada dirinya sendiri. hal 150. Dan statusnya sebagai janda anak satu harus mengalami kekecewaan dua kali ketika lelaki yang datang dan menjanjikan sebagai tempatnya mengadu, meninggalkannya lantaran keluarga si lelaki belum bisa menerima statusnya sebagai janda beranak satu.
Dan yang membuat saya terus membaca, sebagian dari buku ini adalah kisah hidup si penulisnya. Memang tidak mudah membersihkan stigma yang sudah menempel kuat pada pandangan masyarakat umum. Buku ini di tulis dengan gaya khas seorang Nimas Kinanthi yang terbiasa menuliskan cerita fiksi. Sehingga terkadang saat membaca buku ini, saya seperti membaca cerpen. Tak ingin berhenti sebelum habis hingga halaman terakhir. (Elisa Koraag)
Penulis : Nimas Kinanthi
Penerbit : Oase Qalbu
Ukuran : 14,5 x 21 cm
Halaman : 183 hal
Harga : Rp. 37.500
Buku ini menurut saya masuk kategori buku motivasi inspiratif. Namun judul-judul tiap babnya seperti kumpulan cerpen, ada Selembar Selendang Ungu, (Hal 13) Mawar Hitam Pernikahan (Hal 23) Sisi Biru (99) Laki-laki Secangkir Kopi (143) Berharap Mentari Esok Hari (167) Dengan cover bergambar perempuan memakain hijab dan baju berwarna merah, tulisan judul juga berwarna merah (kebetulan ini warna kesukaan saya) membuat buku ini nampak menarik. (di mata saya)
Buku ini membahas berbagai sudut pandang masyarakat terhadap status janda. Di tulis oleh seorang janda atas keprihatinannya pada situasi atau kondisi dimana janda dianggap “pengganggu”. Yang tahu dan mengerti tentang janda ya janda itu sendiri. Jadi buku ini memang mewakili perasaan para janda secara umum.
"Gerak-gerik janda secara tidak tertulis menjadi sebuah tindakan yang musti dimatai-matai dan dinilai baik buruknya. Parahnya, andaikan tindakan janda itu baik, orang diam tak bersuara. Tak ada pujian dan sanjungan. Tapi, saat tindakan janda mendapat nilai minus, seketika kabar buruk menyebar bersama hembusan angin memasuki telinga-telinga yang tak berfilter". (hal.14)
Janda adalah perempuan yang hidup sendiri baik karena cerai hidup atau cerai meninggal. Janda selalu memiliki konotasi yang kurang baik. Bahkan sebenarnya bukan cuma tidak baik tapi dunia (masyarakat umum) bersikap tidak adil. Dunia seolah milik kaum lelaki dan wanita hanya sebagai warga kelas dua. Apalagi kalau wanitanya berstatus janda.Cemooh dan cibiran selalu ditujukan kepada janda, tidak pernah atau jarang sekali ditujukan kepada duda. Masyarakat memaklumi kalau duda cepat menikah kembali. Hal berbeda jika dilakukan janda.
Buku ini bukan hanya berisi pandangan-pandangan masyarakat dan agama islam terhadap janda tapi juga berisi beberapa kisah nyata dari para janda . Kita tidak pernah mengetahui secara tepat apa perasaan para perempuan itu ketika mengurus perceraiannya. Buku ini mengisahkan bagaimana situasi Pengadilan Agama (PA). "Bagi pasangan suami istri, PA adalah tempat “ laknat” yang amit-amit untuk di datangi. Tapi bagi saya (penulis) dan ratusan pelaku perceraian , PA seperti surga kecil yang memberi setets air di tengah gurun tandus kepedihan. Pada bab PA Laksana Surga, penulis menceritakan konflik dalam diri". (hal. 62)
Ternyata bagi mereka yang akan bercerai, membuat keputusan bukanlah hal mudah. Berbagai hal sudah dipertimbangkan, namun ketika memasuki PA atau berurusan langsung dengan PA, berbagai pemikiran muncul, berkecamuk dalam pikiran menjadi pelemah atau penguat atas tindakan yang akan dilakukan di PA.
Buku ini mengisahkan pandangan-pandangan masyarakat yang sebagian besar sudah diketahui (bahkan mungkin mewakili pandangan kita) Menjadi menarik karena dilihat atau dituliskan oleh seorang janda. Buku ini tidak berisi sanggahan dari si penulis yang seorang janda, sebaliknya buku ini memberikan gambaran atau ungkapan bagaimana si penulis melewati kehidupan yang penuh tekanan karena stigma yang tertempel pada dirinya. Bahkan diceritkan penulis, ibunyapun masih kerap bergosip seputar janda dan penulis menghentikannya dengan mengatakan “di sini juga ada janda loh”. Biasanya sang ibu hanya tersenyum.
Buku ini mengungkapkan fakta yang sebenarnya secara pengetahuan sosial dan pengetahuan umum, kita sudah ketahui. Namun buku ini tetap menarik dan enak dibaca. Di selipkan beberapa istilah dalam bahasa Inggris yang banyak digunakan dalam perakapan sehari-hari. Ada juga bahasa gaul seperti “hiks” dan “gubrak” untuk mengomentari sedih (mengasihani diri sendiri) dan sesuatu yang menggemaskan. " Mereka datang bukan sekedar ingin bersahabat dengan saya, tapi juga ingin berhubungan lebih dalam dengan saya. Kebanyakan dari mereka adalah laki-laki beristri. Gubrak!" (hal.145)
Lika-liku menjalani hidup sebagai janda muda dengan segala problematiknya. Di cemburui sahabat sendiri, diremove dari friend list facebook maupun kontak blackberry, adalah hal yang dialami si penulis. Penulis lewat buku ini ingin mengatakan janda juga manusia. Punya rasa dan punya hati. Terbaca dari keinginannya mempunyai keluarga yang utuh." How happy having a complete family? "Tanya penulis di pada dirinya sendiri. hal 150. Dan statusnya sebagai janda anak satu harus mengalami kekecewaan dua kali ketika lelaki yang datang dan menjanjikan sebagai tempatnya mengadu, meninggalkannya lantaran keluarga si lelaki belum bisa menerima statusnya sebagai janda beranak satu.
Dan yang membuat saya terus membaca, sebagian dari buku ini adalah kisah hidup si penulisnya. Memang tidak mudah membersihkan stigma yang sudah menempel kuat pada pandangan masyarakat umum. Buku ini di tulis dengan gaya khas seorang Nimas Kinanthi yang terbiasa menuliskan cerita fiksi. Sehingga terkadang saat membaca buku ini, saya seperti membaca cerpen. Tak ingin berhenti sebelum habis hingga halaman terakhir. (Elisa Koraag)
No comments:
Post a Comment