httpwww.google.co.idimgresnum=10&um=1&hl=id&biw=1280&bih=685&tbm=isch&tbnid=XBdiTP-gYaOhWM&imgrefurl=httplifemeyou.wordpress.com20120818loving-your-parents-why-so-important&docid=FPTcZMdbgrmMcM&img |
http://picfor.me/en/viewimg/1937737 |
Keluarga merupakan unit masyarakat terkecil.
Peran keluarga sangat penting dalam tumbuh kembang dan bersosialisasi seorang
anak. Jika mengingat banyaknya tawuran yang terjadi baik diantara sesama pelajar,
mahasiswa bahkan masyarakt antar RT, RW. Kampung/Desa sekarang ini, kita perlu
mengevaluasi lagi nilai-bilai yang dianut dalam tiap-tiap keluarga.
Ada anggapan kebanyakan yang terlibat
dalam tawuran adalah anak-anak yang ditinggal bekerja kedua orang tuanya atau
anak-anak dari keluarga yang tidak lengkap (Pecah karena bercerai atau di
tinggal meninggal dunia).
Pelaku tawuran yang mengakibatkan
meninggalnya siswa dari SMAN 6 Jakarta, adalah anak yang tinggal jauh dari
orang tuanya. Di Jakarta pelaku kost sedangkan orang tuanya ada di Jogja. Kita
tidak tahu apa yang menyebabkan orang tuanya melepaskan anaknya untuk sekolah
di Jakarta. Si pelaku di ketahui pernah tinggal kelas.
Lalu, apakah kondisi seperti ini
dapat kita generalisir sebaga kondisi yang berlaku bagi siapa saja? Tentu saja
tidak. Tidak sedikit anak-anak yang dibesarkan keluarga tidak utuh tetap
berprestasi. Ini harus dilihat kasus per kasus. Namun demikian harus kita akui
kondisi ini membuat prihatin seluruh orang tua.
Tawuran antar pekajar, antar
mahasiswa, antar RT/RW/Kampung tidak lagi dianggap sebagai perkelahian biasa.
Kini kualitas kriminalitasnya sangat
tinggi. Tidak sedikit nyawa melayang sia-sia. Dan kebanyakan korban hanyalah
kebetulan berada di situasi dan tempat yang salah. Atau dengan kata lain
kebanyakan korban bukan peserta tawuran.
Tiap jejanjang usia, tiap anak
memerlukan figure panutan. Jika pada remaja, merupakan saat dimana ia mencari
jati diri, peran panutan dalam mengarahkan dan membimbing sangat besar.
Tingginya kegiatan di luar rumah, membuat ikatan antar anggota keluarga,
disadari atau tidak mulai merenggang.
Memang ada teknologi komunikasi. Semua
sudah paham, kualitas lebih penting daripada kuantitas. Tapi pertemuan anggota
keluarga kalau hanya sesekali tetap berdampak kurang baik. Tiap anak memegang
alat komunikasi, kenyataannya alat itu lebih banyak digunakan berhubungan
dengan kawan-kawannya ketimbang dengan keluarga, dalam hal ini orang tua.
Kita perlu melihat kembali ke
dalam diri masing-masing, sejauhmanakah ikatan komunikasi dan kedekatan dengan
anak kita bangun? Orangtua bekerja mencari uang tidaklah salah, apalagi salah
satu tujuannya untuk membiayai keperluan pendidikan dan kesehatan jangka
panjang keluarga.
Tapi untuk kondisi sekarang,
lebih penting menyisihkan waktu bagi anak ketimbang menyisihkan uang bagi (Pendidikan
& kesehatan) anak. Dengan mengenali
segala tabiat, prilaku dan keiginan anak, minimal sebagai orang tua mengetahui
kebutuhan dasar si anak. Dan bisa memberikan/memenuhi kebutuhan tersebut
sebelum si anak mencari pemenuhan kebutuhannya di luar rumah/ pada orang lain.
Selagi masih ada waktu dan
kesempatan, jangan disia-siakan. Apapun yang terjadi pada anak kita, mereka
tetap anak. Karena itu jangan pernah lepaskan mereka dari pengawasan.
Di usia remaja, mereka menganggap
perhatian, kasih sayang dan batasan yang kita berikan sebagai rantai/tali yang
membelenggu kebebasan mereka.
Tapi seiring waktu dan
pertambahan usia mereka, kelak akan
sadar sesungguhnya apa yang kita berikan bukanlah belenggu melainkan tali kasih
yang menjaganya agar jangan terjatuh.
No comments:
Post a Comment