KPK atau Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai sebuah institusi yang mandiri pantas menjadi harapan masyarakat
dalam mengembalikan kehormatan dan harga diri bangsa. Sayangnya para pejabat
dalam institusi KPK-Komisi Pemberantas Korupsi, belum semuanya tereformasi.
Masih ada sebagian yang mencoba bertahan dalam “Comfort Zone” dan mencoba
mempertahankan semua situasi dan kondisi agar tidak berubah. Salah satu upaya
yang dilakukan pihak-pihak yang merasa tidak nyaman adalah dengan menarik para
penyelidik yang berasal dari kepolisian.
Saya meyakini “Korupsi Lebih Kejam daripada Pembunuhan”.
Yah, karena korupsi berarti mengorbankan banyak perut rakyat yang kelaparan dan
mungkin berakhir dengan kematian karena tidak makan.
Koruptor mendapat sanksi hukum positif
sesuai pelanggarannya. Sanksi hukum positif aturannya sudah jelas. Korupsi masuk
pelanggaran hukum ekonomi. Sanksi hukumnyapun sudah diatur. Persoalannya
tinggal, bagaimana menerapkan sanksi hukum positif sesuai dengan perbuatan
korupsinya.
Banyak ahli yang mengatakan
pentingnya sanksi sosial, seperti Din Syamsudin ketua PP Muhamdiyah dan Pakar Hukum
Todung Mulya Lubis. Tapi tidak ada perumusan yang jelas mengenai apa bentuk konkrit
dari sanksi sosial tersebut. Dalam salah satu seminar Indonesia Coruption Watch
pun menghasilkan rekomendasikan penerapan sanksi sosial tapi tetap tidak
menyebut secara spesifik, apa bentuknya. Sosiolog Kastorius Sinaga pun menyatakan yang sama lewat artikelnya yang berjudul Sanksi Sosial bagi Koruptor, Sebuah Keharusan.
Sanski sosial dalam konteks sosiologi adalah semacam kontrol sosial. Dimana masyarakat memegang peranan penting. Seharusnya masyarakat menjalankan pernan ini sehingga mampu memberi efek jera. Sayangnya sanksi sosial
tidak di rumuskan dengan jelas. Karena namanya sanksi sosial dibiarkan
berkembang begitu saja. Sanksi soial yang berlaku sekarang ini seperti,
masyarakat akan menghukum pelaku korupsi dengan mencemooh, tidak mau
berhubungan (mengucilkan pelaku korupsi termasuk keluarganya) tidak lagi
berlaku.
Lingkungan juga tidak berani
bersikap tegas dengan mengucilkan Koruptor dan keluarganya karena (mungkin) di
lingkungan tempat tinggalnya si Korutor terkenal dermawan. Coba perhatikan
kalau masyarakat sekitar tempat tinggal Koruptor di wawancara media (tv) pasti
kebanyakan memuji kebaikan Si Koruptor. Pemberitaan semacam ini sangat tidak
berpihak pada rasa keadilan masyarakat. Bahkan para pelaku korupsi sudah
dipenjara saja tingkahnya masih seperti selebriti. Ini memang tidak lepas dari peran media yang
selalu ingin memberitakan.. Media harusnya punya kebijakan yang berpihak pada
hati nurani masyarakat dan lebih pandai dalam memilah mana yang layak menjadi
sumber berita.
Maka jika saya menjadi ketua KPK-Komisi PemberantasanKorupsi maka saya akan melakukan hal-hal yang akan memberi dampak besar terutama dampak pada
perubahan sikap para calon koruptor alias efek jera.
1. Sanksi berupa pelayanan masyarakat
Jika Si Koruptor
anggota Dewan Perwakilan Rakyat, maka kenakan sanksi sebagai pelayan di DPR.
Jadikan si Koruptor sebagai tukang sapu, tukang pel, tukang lap meja, tukang
antar air, tukang bersih-bersih kamar mandi, dll.
Begitu
pula jika Si Koruptor jabatannya sebagai Bupati, Kepala Dinas, Lurah, Camat,
dll. Pekerjakan pada institusi tempat Si Koruptor berkerja sebagai pelayan.
Kalau perlu keluarganya (Suami/istri dan anak-anaknya) diberikan sanksi yang
sama. Karena mereka sudah menikmati uang yang bukan haknya (terlepas dari
tahu/tidak tahu)
2. Sanksi mencabut semua haknya sebagai
warganegara. Kecuali hak dasar, yaitu hak hidup.
Ingat
orang-orang yang dituduh terlibat PKI? Mereka dikucilkan lebih dari 3 turunan.
Semua hak sebagai warganegara hilang. Maka jika saya menjadi ketua KPK, selain
menerapkan sanski pelayanan masyarakat saya juga akan memangkas semua hak
koruptor dan keluarganya. Dan jika si Koruptor sudah menjalani sanksi hukumnya,
bagi si Koruptor dan keluarganya diharuskan memiliki surat keterangan
sumpah/janji tidak akan melakukan korupsi sekecil apapun, yang dikeluarkan oleh
RT/RW tempat tinggalnya.
3. Memberikan sanksi lebih berat pada koruptor
yang posisinya sebagai penegak hokum.
Sebenarnya
aturan ini sudah ada, tapi lebih sering digunakan untuk hal yang meringankan.
Misalnya karena posisinya sebagai pelayan masyarakat, berkelakuan baik selama
masa persidangan maka tidak layak dihukum berat. Disini salahnya. Justru karena
ia pelayan masyarakat, maka jika ia korpsi sanksinya harus lebih berat karena
yang bersangkutan tahu, sebgai pelayan masyakat, seharusnya melayani bukan
mencurangi.
4. Membuat aturan dan memberlakukan keputusan hukum,
yaitu tidak ada keringanan hukuman bagi para koruptor (Yang sudah terbukti
bersalah) Baik itu saat 17 Agustus maupun setelah di Koruptor
menjalankan 2/3 masa hukumannya. Bagi para Koruptor dihapus semua resiko yang
meringankan.
Demikianlah
hal-hal yang akan saya lakukan jika saya menjadi ketua KPK.
Salam kenal.
ReplyDeleteSaran yang mantap buat KPK, saya juga ikut dalam kontes ini, semoga harapan dari para peserta kontes, bisa menjadi sumbangsih bermanfaat buat KPK..!!
Salam.
secara keseluruhan ane setuju tuh mba, kemasan artikelnya juga keren banget...
ReplyDelete