Bagi sebagian orang, menjadi ibu rumah tangga adalah hal luar biasa, termasuk aku. Sejak sebelum menikah, hingga punya anak, aku adalah wanita bekerja. Sehingga bisa dibilang, menjadi istri dan ibu hanyalah tugas sampingan. Karena waktuku lebih banyak di luar rumah.Ketika si bungsu lahir, bahkan aku menemaninya hanya sampai usianya tiga bulan kurang seminggu. Begitu cuti hamil selesai, aku kembali bekerja. Termasuk melakukan perjalanan dinas keliling Indonesia.
Praktis waktuku bersama keluarga sangat sedikit. Dalam sebulan aku bisa melakukan perjalanan dinas 2-3 kali dengan rentang watu antara tiga hari hingga 10 hari. Berangkat keluar kota adalah saat-saat yang membuatku tidak nyaman. Hampir dipastikan aku mendapat jadwal keberangkatan pagi. Itu berarti jam tiga subuh sudah harus bangun, paling siang jam 04.30 sudah harus meninggalkan rumah. Sementara kedua buah hatiku masih lelap dibuai mimpi. Aku bahkan tak berani mencium wajah mereka. Aku hanya mencium ujung kaki mereka.
Pernah disatu waktu Si Bungsu bertanya: "Mengapa hanya mamaku yang tidak pernah muncul di sekolah?". Pertanyaannya lugu tapi terasa bagai sebuah pukulan telak di ulu hati. Aku diam termangu tak tahu harus mejawab apa. Urusan sekolah anak-anak memang papanya yang menangani. Jadi tak heran kalau kami berpergian dan berpapasan dengan orang tua murid, umumnya mereka menyapa dengan panggilan Papanya Bas atau Papanya Van. Ya para orang tua murid dari kawan-kawan Bas dan Van, tidak mengenal aku, Mamanya. Ada sedikit rasa iri.
Sebetulnya rasa iri itu bukan hanya pada waktu seperti itu saja, bahkan saat anak-anak mengucapkan kata pertama yang diucapkan adalah papa. Iri dan sakit hati tapi dua rasa itu kutekan sedalam mungkin agar jangan muncul kepermukaan.Aku berusaha menjadi istri dan ibu yang baik. Bahkan aku merasakan kelelahan yang luar biasa Jumat hingga Senin ketimbag Senin hingga Jumat. Karena jika aku di rumah, berarti waktu santai bagi dua asisten rumah tanggaku. Karena kedua anakku hanya mau denganku. Mulai dari mandi, makan dan bermain. Tapi aku menikmatinya karena waktu seperti itu terbilang langka.
Januari 2011, aku mengambil keputusan yang agak frontal, berhenti bekerja. Kebetulan kontrak kerjaku sebagai konsultan pemasaran di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang makanan dan minuman berakhir. Aku menolak tawaran kerja lainnya karena saat itu sulungku dudk di kelas enam. Aku ingin mendampinginya.
Tapi ternyata tidak semudah itu. Sejak kedua anakku lahir hingga mereka bersekolah, aku belum pernah secara penuh bersama mereka. Mulai dari mereka buka mata, menyiapkan keperluan sekolah, saat mereka pulang, menemani makan siang dan tidur siang lalu malam hari bersama mereka makan malam dan belajar.
Biasanya, saat aku kerja, aku hanya bersama mereka saat mereka buka mata (tidak tiap hari), dan menjelang mereka tidur.
Di sini aku merasa perjuangaku benar-benar di mulai dari nol. Sebagai ibu, ternyata aku tidak bisa apa-apa. Dan bagi kedua anakku keberadaanku di rumah memuat mereka tidak nyaman. Ternyata tanpa aku, jika mereka pulang seolah, mulai dari buka baju, bersih-bersih, ganti baju, makan, minum susu dan tidur. semua dibantu dua asisten rumah tangga.
Aku seperti dibangunkan dari tidur panjang. Kedua anakku sangat tidak mandiri. Mereka tidak bisa (tidak terbiasa) mandi sendiri, makan sendiri, pakai baju, pakai kaos kaki, semua dilakukan "mbak". Aku, sebagai ibu merasa tertampar. Dan ketika aku mulai menerapkan berbagi aturan, kedua anakku tidak menyukai aku.
Tahun 2011, aku anggap sebagai tahun kebangkitanku sebagai isri dan ibu. Nyaris setiap malam aku berkeluh kesah dan menangis pada suamiku. Aku merasa tidak diterima anak-anak dan aku merasa tidak mengenal mereka. Ketika aku bekerja, aku hanya memiliki waktu sedikit bersama mereka dan bisanya hanya saat makan di restauran atau jalan di mall.
Aku beruntung punya suami yang penuh pengertian. Ia memang sangat dekat dengan kedua anak kami dan ia pula yang mengajarkan aku mengambil hati anak-anak. Bukan dengan cara aku memaksakan kehendaku tapi justru bagaimana mengenal apa yang anak-anak inginkan. Mulanya terasa sulit dan berat, aku nyaris depresi.Tapi suamiku terus mendampingi dan mendukungku. Di saat anak-anak sekolah, aku belajar memasak makanan untuk anak-anak.Termasuk belajar mebuat pusig, mie ayam, macaroni panggang, keripik keju, dll.
Pelan-pelan, aku mulai mengenali kebiasaan mereka. Baik kebiasaan belajar, kebiasaan makan, dan kebiasaan menonton film-film DVD. Lama-lama lewat kesabaran, aku mulai menemukan titik terang. Aku mulai mengenal kebiasaan dan sifat-sifat kedua anakku. Si sulung ternyata anak yang suka bercanda dan cenderung jail. tapi sangat pengasih dan penuh perhatian.Si bungsu lebih temperamental tapi baik hati.
Aku mulai mengenal anak-anakku secara utuh diusia mereka 8 dan 11 tahun. Tapi pepatah mengatakan better late than never dan aku membuktikan walau baru diusia seperti itu aku mengenal mereka tetap belum terlambat membangun hubungan kasih sayang dengan keduanya. Bahkan kini, bisa dibilang aku sukses karena kini kedua anakku sudah mengatakan: "Mamaku is the best!", dan ucapan itu jauh lebih berharga dari hadiah apapun di muka bumi ini.
Ucapan itu merupakan bentuk pengakuan mereka akan keberadaanku. Aku seorang ibu yang mulanya hanya melahirkan mereka. Kini aku, ibu yang mereka miliki. Kami bisa bersenda gurau bertiga ditempat tidur, bertukar cerita tentang kegatan mereka, mendiskusikan pelajara sekolah, teman-teman sekolah atau tentang film-film yang kita tonton.
Kini aku sahabat mereka. Dengan mereka, aku bisa berbagi, dengan mereka aku bisa tertawa dan dengan mereka aku yang awalnya bukan siapa-siapa kini telah menjadi seseorang yang mereka cari ketika mereka tiba di rumah.I love u, Bas n Van. You are always in my mind and in my hearth. you are very special! And you too, my husband.
Sebuah keputusan besar yang tepat sekali mbak Elisa...
ReplyDeleteTerima kasih partisipasinya, tercatata sebagai peserta Lovely Little Garden's First Give Away
ternyata susah juga ya mengambil hati anak-anak, tapi syukurlah semuanya sudah berubah..
ReplyDeletegood luck kontesnya mam
saya suka baca ini, Mak :-)
ReplyDeleteSuka banget post ini.. inspiratif sekali :D
ReplyDelete