Kata orang rejeki memang tak akan lari. Saya yang baru tergabung dalam Kelompok Emak-emak Bloger (KEB) serasa mendapat rejeki durian runtuh. KEB mendapat 5 freepas untuk nonton bareng (Nbobar) bersama Tabloid Nova, sayangnya Admin dan anggota KEB lain sudah pada punya rencana. Jadi saya bersama kedua anak saya mewakili KEB menikmati Nobar Di Timur Matahari.
Sabtu, 30 Juni 2012, saya bersama kedua anak meluncur ke Planet Holywood, sementara papanya verivikasi kedua untuk pendaftaran on line si sulung masuk SMP. Kami bertiga naik taxi, jalanan lancar dan cuaca cerah. Sayang supir taxinya tidak simpatik. Masa tidak tahu letaknya Planet Holywood. Si supir bertanya saat sudah sampai depan Balai Kartini. Alhasil kita putar balik cukup jauh. Untungya belum terlambat.
Kemarin saya sudah konfirmasi dengan pihak Tabloid Nova, jadi begitu tiba menyebut password Emak Bloger langsung dapat 3 freepas. Sambil menunggu masuk, kami foto-foto dan ngobrol-ngobrol dengan para pemain yang hadir meramaikan acara Nobar Tabloid Nova.
Ada 4 pemain yang hadir. Yaitu pemeran Utama Simson Sikoway, Razz Manobi. Yullex Sawaki dan Putri Nere. Saya bersama kedua anak tak ketinggalan ikut ambil foto bersama para pemain.
Dok. @TabloidNova |
Oh iya, sebelum masuk kami
menerima komik yang disusun berdasarkan cerita film Di Timur Matahari. Komiknya
keren loh, di tulis dalam 2 bahasa yaitu Indonesia dan Inggris. Di Timur
Matahari film produksi Alenia Picture, memang layak dapat acungan jempol. Bukan
cuma dua tapi 4. Jalan cerita film ini diluar prediksi, saya mengikuti pembuatan film ini, termasuk
sesekali ngobrol di twitter dengan akun @aleniapicture. Film yang dilaunching
14 Juni 2012 ini memberikan banyak perenungan bagi penontonnya.
Awalnya saya berpikir akan serupa
dengan cerita Denias dan Serdadu Kumbang. Dimana Nia dan Ale akan menyoroti
pendidikan. Benar pendidikan memang menjadi sorotan tapi itu bukan pesan utama,
Pesan utama yang saya tangkap di tujukan kepada pemerintah. Papua bagian dari Indonesia yang berhak mendapat perhatian yang sama.
Film di buka dengan permandangan
alam kemudian menyoroti seorang bocah
laki-laki berdiri dan memandang ke langit, lalu si bocah berlari dan masuk ke
sebuah bangunan yang terbuat dari kayu. Bapak guru tidak mari kita berlatih
bernyanyi saja, ujar si bocah yang bernama Mazmur.
Rupanya itu kegiatan hari-hari
yang dilakukan Mazmur, menunggu kedatangan guru di bandara kecil. Tapi sang
guru yang dinanti tak pernah datang. Akibat tak ada guru, murid-murid hanya
bermain-main. Suatu hari Mazmur tertabrak motor. Penabrak diminta bertanggung
jawab membayar biaya pengobatan dan denda adat. Si penabrak seorang pekerja pembangunan
jalan berasal dari Batak di perankan Ringgo Agus Rahman, dengan sadar dan
memilih berdamai, tentu saja bersedia membayar. Tapi betapa terkejutnya ketika
mendengar jumlah denda adat yang harus di bayar, yaitu Rp. 50 jt.
Bagian ini seperti sindiran bagi
masyarakat yang tinggal di kawasan padat penduduk. Jika di sekitar kawasan itu
menabrak ayam, maka gantinya kambing. Artinya mengambil kesempatan ditengah
kesempitan. Polisi meminta mereka menyelesaikan dengan musyawarah. Akhirnya
disepakati Rp. 500.000. Persoalan selesai.
Cerita menyoroti kehidupan
masyarakat. Ada pak pendeta yang diperankan Lukman sardi. Ada Ririn Ekawati
yang memerankan Bu Dokter, Laura basuki berperan sebagai istri dari orang asli
Papua Michael diperankan Michael Jakarimilena dan ada juga Lucky Martin yang juga
bermain dalam Serdadu Kumbang.
Akting Lukman Sardi luar biasa.
Ia begitu natural memerankan pendeta dan berdialog dengan logat Papua.
Cerita yang awalnya mengambil
seting anak sekolahan bergulir pada kehidupan yang sesungguhnya. Dimana tak ada
pekerjaan membuat banyak pengangguran. Satu-satunya tempat kerja adalah tempat
pak Ucok. Maka berdatanglah orang meminta pekerjaan. Ketika beberapa pekerja di
terima, mereka menuntut seragam. Pak Ucok bingung karena para pekerjanya tidak
ada yang berseragam. Jawaban polos para pekerja baru ini mengundang tawa. “jangan bodohi kami,
kami mau seragam seperti yang banyak ada digambar kalender. Kalau mereka
(menunjuka para pekerja lain) tidak minta seragam karena mereka bodoh!”
Lalu konflik terjadi karena penipuan, dimana transaski
jual beli dibayar dengan uang palsu. Menjadi awal perang antar suku, karena
yang ditipu (Blasius) marah dan memukul yang menipu. Dia mengajarkan pada
adanya untuk berani. Ini membingungkan Mazmur karena dilain peristiwa si bapak
(Blasius) memukuli ibu Mazmur karena melihat ibu Mazmur pulang dari pasar di
bonceng laki-laki. Menyampaikan pesan, perempuan tak berdaya dan masih ada
kekerasan domestik.
Ketegangan semakin meningkat
ketika Blasius dibunuh. Michael adik Blasius datang dari Jakarta bersama istri
yang keturunan China untuk meredam ketegangan. Konflik lain dimunculkan, dimana
si istri tak bis amakan, tak bisa tidur, tak bisa mandi dan tak bisa buang air
besar karena kampung ini memang jauh dari peradaban yang layak.
Di ceritakan Michael dan istri
belanja di satu warung, total belanjaan jutaan rupiah. Si istri meminta bon dan
membaca harga yang tertulis. Minyak goreng dua liter Rp. 350.000, beras dua
karung beras Rp. 1 jt. Si istri pun berkomentar “Bagaimana tidak minta merdeka
kalau harga-harga seperti ini!”
Bicara soal denda adat, ini
adalah salah satu persoalan yang ingin diluruskan. Sebagian masyarakat asli
masih mengguanakan denda adat sebagai penyelesaian sebuah masalah. Padahal
denda adat ini terkadang lebih “seram” daripada hukum positif yang berlaku.
Pembunuhan adalah pelanggaran
adat berat. Perang antar suku harus dikobarka demi mempertahankan harga diri.
Pada bagian ini saya sampai tergetar ketika Lukman sardi sebagai pendeta
berhadapan dengan warga yang siap perang dan bertanya, “Tidak bisakah
diselesaikan dengan bermusyawarah?” Salah satu warga yang siap perang menjawab.
“ ini demi harga diri”. Pak pendeta bertanya lagi
“(Tuhan) Allah mana yang mengijinkan perang demi mempertahankan sebuah harga
diri?” Ini harus menjadi renungan bersama. Tidak ada satu kekerasanpun yang
bisa membuat harga diri seseorang menjadi terhormat.
Siap berperang |
Dalam musyawarah, denda adat
ditetapkan 3 milyar. Michael memprotes, karena dia tahu warga semua miskin
pasti tak akan sanggup membayar denda sebanyak itu. Ketika Michael mengatakan,
bagaimana kalau mereka tak sanggup bayar? Dengan entengnya di jawab Mereka bisa
tawar toh? Michael berteriak ”Ini namanya dagang!” Ya, denda adat menjadi
komoditi perdagangan.
Perang antar suku tak dapat
dihindari karena tak tercapai kesepakatan nilai denda adat. Bu dokter sudah memperingatai untuk tidak
memintanya mengobati warga yang terluka karena perang. Tapi apa yang bisa
dilakukan bu dokter ketika anak-anak menjerit dan meminta bu dokter mengobati
ayah-ayah mereka yang tertancap panah?
Anak-anak menggugat bu dokter yang tidak mau mengobati ayah-ayah mereka dan
menuduh Bu dokter jahat. Padahal ayah-ayah mereka tak dapat di tolong karena
luka parah dan keterbatasan obat.
Tangisan tak menghidupkan ayah mereka |
Mazmur kecil dengan gagah berani
diikuti 4 kawan-kawannya masuk di tengah perang antar suku. Ayah mazmur sudah meninggal, demikian juga dengan ayah kawan-kawannya. Mazmur bernyanyi diikuti
kawan-kawannya juga para orang tua dan pak pendeta. Lagu dalam bahasa Papua
begitu meghipnotis. Terdengar beberapa kata Tuhan Yesus. Perang berhenti, semua
diam menunduk. Pembakaran desa sudah terjadi, korban pun sudah berjatuhan.
Inilah hasil perang. Kalah jadi abu menang jadi arang.
Menatap puing-puing sisa kebakaran |
Film ini memperlihatkan gambaran
kehidupan masyarakat Papua yang perlu menjadi perhatian semua pihak. Apa yang
ditampilkan mengajak kita untuk mensyukuri apa yang kita punya. Film ini sangat
saya rekomendasikan untuk di tonton. Lucu dengan kepolosannya tapi menyentil dengan
kesedihan yang juga apa adanya. Tapi yang pasti saya yang senang bersama kedua
anak saya, Vanessa dan Bastiaan.
wah Bund, seru nih pasti filmnya. Kalo denger cerita Bunda Icha jadi pengen nonton. Haduhhh,tapi gak bisa dalam waktu deket nontonnya Bund, tunggu pulang dulu ke Indo. Btw, kayaknya enak juga tuh gabung di Emak-emak blogger. Kalo ada cerita lain, tolong di share ya Bunda Icha. It is so inspiratif
ReplyDeleteaah mbak Icha.. seru banget baca tulisannya. Sayang banget memang aku gak bisa datang karena undangannya mendadak sekali..
ReplyDeleteTerimakasih ya sudah mewakili dan berbagi dengan KEB ^_^
Mama Icha...kapan2 kalau ada Nobar lagi kita barengan yuk!Hehehe,namanya juga Nobar-pasti bareng...Maksudnya nonton bareng Mama Icha en aku gitu :)En sama temen2 lainnya...
ReplyDeleteTerima kasih yang sudah meluangkan waktu membaca. Seru abizzzz. Apalahi bisa jawab quiz dan dapat goodiebag makin senang. Ha...ha...ha dasar Emak-emak banget. Mak, Asma cepatlah pulang ke Indo. Mak sary, saya senang bisa mewakili KEB. Mak Anna, any time nobar, ayuk aja.
ReplyDeletefilm2 produksinya Ale & Nia itu selalu bermutu ya mbak.. Semoga banyak film Indonesia yang seperti iini..
ReplyDelete