Menyaksikan
3 pria istimewa bagi-bagi ilmu adalah kesempatan yang jarang terjadi.
Ketiga pria istimewa itu adalah Eko Hendrawan, Chief Editor Entertainment Kompas.com, penulis Buku Woman Self Defense of Kushin Ryu, A Fuadi Penulis Novel Negeri 5 Menara dan
Pepih Nugaraha Wartawan Senior Kompas. Ketiganya tampil bersama di
acara Kompasiana Blogshop dan Roadshow Negeri 5 Menara, Sabtu 10 Maret
2012 di Gedung Bank Indonesia Bandung, Jawa Barat.
Kegiatan ini merupakan kerjasama Kompasiana bersama iB Perbankan Syariah, dan Bank Indonesia. Dengan tujuan menambah semarak pemutaran film Negeri
5 Menara yang diadaptasi dari Novel dengan judul yang sama karya A.
Fuadi yang sudah di putar di bioskop-bioskop sejak 1 Maret 2012. Bandung adalah salah satu dari 3 kota yang akan disinggahi. Selanjutnya Surabaya 17 Maret 2012 dan Makasar 31 Maret 2012.
Ketiganya
berbicara mengenai dunia penulisan namun dari sudut yang berbeda.
Masing-masing mempunyai keistimewaan. Eko Hendrawan dan A Fuadi
mempunyai kesamaan pada proses penulisan buku. Keduanya mengaku banyak
menjumpai kesulitan karena keduanya tidak pernah bercita-cita membuat
buku tapi pada akhirnya berbalik malah memiliki keinginan besar untuk
menuliskan buku.
Eko menjelaskan banyaknya hambatan
dalam penulisan buku WSDK. Besarnya keinginan untuk berbagi mengingat
pentingnya pesan yang ingin disampaikan lewat buku ini, akhirnya buku
WSDK pun berhasil ditulis dan diterbitkan. Lewat buku WSDK ini Eko ingin
mengatakan bahwa wanita bisa menjadikan tubuhnya sebagai senjata.
Peralatan yang hampir selalu di bawa kaum wanitapun dapat dijadikan
senjata. Misalkan : Lipstick, pencil/bolpoint, sisir, kartu atm, payung
serta tas tangan.
Namun Eko mengingatkan apa yang disampaikan lewat WSDK
bukan ingin menjadikan wanita sebagai “Jagoan”. Eko memperagakan beberapa gerakan bela diri sederhana
yang dapat dilakukan kaum wanita. Walaupun terlihat sederhana tapi
dapat melumpuhkan saat berhadapan dengan pencopet, penjambret atau
pelaku pelecehan seksual.
Penulis Novel Negeri 5 Menara, A. Fuadi tampil di sesi kedua. A. Fuadi berbagi
pengalaman dalam hal penulisan novelnya. Ia mengingatkan hal utama yang
harus diperhatikan dalam pembuatan novel adalah fakta saja tidak cukup.
Harus ada emosi/rasa dan jiwa. Itulah kesulitan awal yang ditemukannya
dalam proses penulisan novelnya. A. Fuadi terbiasa dengan profesinya
sebagai wartawan dimana dalam penulisan berita tidak boleh ada opini dan
emosi hanya boleh ada fakta. Dengan dibantu sang istri yang mensupport
dengan buku-buku mengenai,Cara menuliskan novel, A. Fuadi berhasil
mengatasi persoalan awal.
Tapi
hambatan penulisan novel bukan hanya ketidakbiasaan A. Fuadi menuliskan
dengan melibatkan emosi/rasa tapi juga materi yang akan di tuliskan.
Novel Negeri 5 Menara memang diadaptasi dari pengalaman pribadi.
Sekalipun dari pengalaman pribadi A Fuadi mengatakan, ia juga memerlukan
penelitian. Maka ia mengumpulkan catatan harian selama menuntut ilmu di
Pesantren Gontor dan dilengkapi surat-suratnya yang dituliskan untuk
amaknya (ibunya) yang selama ini disimpan sang amak. Berbekal materi,
dan kesadaran untuk berbagi kisah hidupnya, A Fuad menyelesaikan Novel
Negeri 5 Menara yang sangat inspiratif. A. Fuadi mengatakan hal paling
mendasar yang mendorongnya menuliskan Novel Negeri 5 Menara karena ia
merasa sudah menerima begitu banyak nikmat dari Tuhan dan mengingat
pesan gurunya saat di Gontor yang mengatakan” Sebaik-baiknya manusia
adalah manusia yang berguna buat sesama”.
Berpegang pada pesan sang guru A. Fuadi menuliskan novel Negeri 5 Menara. Ia berharap
pengalamannya dapat dijadikan contoh. Di akhir penampilannya A. Fuadi
mengingatkan kesetiaan pada proses (apapun itu) akan menghantarkan pada
tujuan. Kalau tidak setia pada proses hanya mengingat-ingat tujuan maka
justru tujuan itu tidak akan tercapai. Jadi kalau ingin menulis buku,
berdisiplin untuk terus menulis. Maka kelak buku itu akan selesai di
tuliskan.
Pepih Nugraha sang wartawan senior Kompas ini berpenampilan denan kemeja putih dan celana jeans. Tampak santai
tapi materi yang dibawakan sarat dengan manfaat. Di awal pembukaannya
Pepih mengingatkan dunia menulis sekarang adalah dunia orang biasa-biasa
saja. Artinya siapa saja bisa menulis, apalagi perkembangan teknologi
membuat semua orang bisa memiliki blog dan menuliskan apa saja dan kapan
saja.
Berdasarkan
pengalaman dan ilmu yang dimilikinya ia ingin selalu berbagi mengenai
bagaimana menulis yang baik baik dan benar. Pemilik pages Nulis Bareng Pepih di facebook ini juga mengajak peserta untuk bergabung di pages-nya.Ia tidak bercita-cita membuat buku tapi sudah menjadi
editor dari beberapa buku. Pepih mengaku mencintai dunia menulis karena
baginya menulis adalah membaca. Makin banyak yang dibaca maka semakin
banyak yang ingin di tulis. Ini terlihat dari beberapa kutipan buku yang
dijadikan contoh Pepih. Mulai dari Ronggeng Dukuh Paruk Achmad Tohari,
Buku Bumi Manusia Pramoedya Ananta Tour juga cerpen dari Seno Gumbira
Ajidarma. Ingatan Pepih pun patut dijadikan contoh, ia bukan hanya
mengingat judul dan penulis tapi juga nama tokoh dari buku atau cerpen
yang dibacanya.
Dalam
penampilannya Pepih menyampaikan banyak informasi penting yang harus
diperhatikan dalam penulisan terutama penulisan fiksi. 4 hal yang harus
selalu ada adalah Plot cerita, Karakter tokoh dalam cerita, Setting atau
latar belakang cerita serta Konflik. 4 hal ini harus
dibangun sedemikian rupa lewat jalinan rangkaian kata-kata. Sebagai
penulis blog Pepih mengingat judul harus dibuat semenarik mungkin karena
mempertaruhkan 3 detik pertama sebelum pembaca meninggalkan bacaannya.
Dan 30 detik untuk paragarf pertama. Karena itu penulis dituntut
menuliskan dengan semenarik mungkin dan “seliar” mungkin dalam
pengertian menarik dan belum pernah dituliskan orang lain.
Kegiatan
hari ini ditutup dengan mengumumkan pemenang live tweet yang
mendapatkan 1 buah handphone. Live tweet dimenangkan peserta dari
Cianjur yang demi kegiatan hari ini rela meninggalkan pekerjaan dan
berangkat sejak subuh. Selain dari Bandung peserta juga berdatangan dari
Jakarta, Bogor, Sumedang, Cianjur dan Sukabumi. Ada juga dari Padang
dan Jambi namun keduanya memang berada di Bandung karena sedang kuliah.
Sebagian peserta mendapatkan ticket nonton di XXI tapi semua peserta mendapat goodie bag berisi t-shirt, tas laptop dan blok note. Satu hal yang pasti, semua peserta pulang membawa ilmu dan pengalaman tak terlupakn bersama 3 pria istimewa. Elisa Koraag, 11 Maret 2012
wah ,, kayanya meriah dan ilmu nya bermanfaat banget gan
ReplyDelete