Sejak nyaris tercopet di
terminal Pasar Minggu saat aku mahasiswa, aku
lebih berhati-hati. Aku tidak lagi menyimpan uang dalam dompet. (Terus
dompet gunannya untuk apa?) He..he..he. Aku menyimpan uang di selipan buku, di
kotak pensil, dan di kantong bagian dalam tas. Dompet kugunakan menyimpan, ATM,
kartu mahasiswa, KTP, pas foto, kartu anggota perpustakaan. Tapi semuanya aku
copy dan laminating lalu aku simpan di dompet lain.
Saat menjadi mahasiswa selain nyaris tercopet di bis, satu kali gelang
emasku di jambret dan satu kali dompetku di ambil orang (mahasiswa yang punya
kerja sampingan mencopet) Soalnya dompetku raib saat aku ujian di Kampus. Waktu
dompetku di copet di Kampus. Aku sadarnya ketika sudah di rumah. Karena ongkos
selalu aku siapkan disaku celana jeans jadi selama perjalanan ke rumah
aman-aman saja. Tapi saat di rumah mau
mengambil uang untuk beli bakso, dompetnya sudah tidak ada. Padahal waktu mau
ujian, aku masih mengeluarkan kartu mahasiswa dari dompet. Sejak itulah aku tak
lagi menyimpan uang di dompet. Tapi itu jamannya mahasiswa.
Kali berikutnya nyaris
tercopet terjadi saat aku sudah bekerja. Aku masih tetap punya kebiasaan
menggunakan dua dompet dan menyimpan uang di kantong bagian dalam tas. Pagi
waktu berangkat kerja, adalah waktunya berebut angkutan umum. Kebetulan jarak
rumahku dan tempat kerja tidak jauh, hanya satu kali naik angkutan umum
kira-kira 30 menit lamanya.
Seperti biasa, tak ada
angkutan umum kosong diwaktu orang berangkat kerja atau anak-anak berangkat
sekolah. Aku naik metromini 69 jurusan Ciledug-Blok
M. Aku berdiri dengan membelakangi sopir dekat pintu depan. Di dekatku berdiri
seorang laki-laki berpenampilan rapih membawa map. Anehnya laki-laki itu
membawa tas kresk hitam yang disampirkan dilengannya seolah membawa jacket.
Di sini aku mau bilang,
percayalah pada naluri. Saat itu naluriku sudah memperingatkan. Laki-laki ini tidak
beres. Tapi apanya? Metromini sudah semakin penuh, penumpang masih terus
bertambah dan dalam kewaspaadan penuh aku memegang erat tas. Eh kok yang copet
ini nekat. Saat sopir berhenti ke sekian kali untuk menaikan penumpang, yang
berarti terjadi geser menggeser penumpang di dalam metromini, si pencopet beraksi.
Aku menangkap tangannya. Menghentak
dengan keras dan berteriak, Bapak ini pencopet sambil mengangkat tangan si
bapak ke atas. Sopir menghentikan metromini menengok ke belakang, penumpang ribut.
Si pencopet mencoba menarik tangannya. Aku mendorong hingga pencopet itu
terdorong ke belakang, secepat kilat aku melompat turun. Di bawah kembali aku
berteriak: “Laki-laki yang pakai baju garis-garis biru itu pencopet!” Lalu
lagi-lagi dengan senjata andalan aku berteriak keras sambil mengambil langkah seribu. Kok aku yang lari? Aku sudah tahu pencopet itu
tidak sendiri! Kok tahu?
Ya tahu, karena aku
melihat sendiri. Saat aku pulang kerja, lagi-lagi di atas metromini 69 tapi
kali ini dari Blok M menuju Ciledug. Mungkin sekitar pukul setengah tujuh
malam, jam orang pulang kerja. Waktu itu sekitar awal tahun ajaran baru, jadi
banyak calon mahasiswa dengan atribut macam-macam di angkutan umum.
Karena aku naik dari
terminal maka aku dapat duduk. Aku duduk tepat di belakang supir, dekat pintu.
Ketika di mayestik naik 2 laki-laki calon mahasiswa. Mencangklong tas terbuat
dari karung goni, memakai kemeja putih, celana hitam dan kalung nama di
lehernya yang menggunakan tali raffia. Nampak keduanya sangat lelah, sehingga
kalung namapun tak di lepas. Keduanya duduk membelakangi supir, berhadapan
denganku.
Metromini berjalan
terhuyung karena sarat penumpang. Di depan ITC Cipulir berhenti. Aku
memperhatikan aktivitas kerumunan depan ITC. Benar saja orang berteriak copet
dan kerumunan itu berlarian , loh kok ke
metromini yang aku tumpangi. Aku memutar kepala dan badan untuk melihat. Saat
itu kondisi metromini tak terlampau penuh. Artinya penumpang yang berdiri tak
banyak.
Beberapa naik dari depan
, melemparkan pandangan ke seisi metromini. Aku masih melihat dan heran.
Tiba-tiba seorang laki-laki menarik salah satu dari 2 calon mahasiswa di depanku.
Keduanya yang terkantuk-kantuk, sontak kaget. Ini ni copetnya, ujar laki-laki
berbadan besar dan berpenampilan garang.
Refleks aku berdiri dan
memukul tangan yang memegang calon mahasiswa di depanku. “Apa-apan kamu? Anak ini
naik dari mayestik di depan saya! Bagaimana bisa kamu menuduh dia pencopet?”
Orang itu langsung melepaskan tangan dari lengan si calon mahasiswa. Penumpang
lain diam termasuk supir dan kernetnya.
Di luar perempuan yang
kecopetan masih menangis dan di kerumuni orang. Metromini yang kutumpangi
kembali jalan. Hanya beberapa puluh meter mteromini berhenti dan menurunkan dua
laki-laki yang duduk di samping supir. Ketika dua laki-laki yang turun tadi, Nampak
menyebrangi jalan, supir metromini berkata: “Dua orang itulah pencopetnya!”
‘Lok kok bapak diam saja?”
tanyaku heran
“Bu, yang nuduh anak ini
pencopet masih kawannya mereka” Ujar si sopir lagi
Aku tenganga. Permainan
macam apa ini? Pencopet menuduh orang mencopet. Sungguh keterlaluan. Perasaan
kesal, gemes dan marah campur aduk di hatiku, tapi aku tak tahu harus berbuat
apa. Dari kisah itulah aku tahu, pencopet tak sendiri.
Berikutnya sekian tahun
kemudian, copet sukses membawa kabur dompetku. Pertama berisi lumayan banyak,
uang sisa perjalanan ke luar kota yang niatnya mau aku belanjakan keperluan
bayiku. Yah saat itu aku masih mempunya bayi berusia 5 bulan. Sebagai ibu
bekerja yang sering ke luar kota, maka si kecil terbiasa dengan susu formula
dan popok sekali pakai. Rencana belanja gagal karena pulang kerja langsung
evaluasi pekerjaan kemarin waktu di luar kota.
Aku meninggalkan kantor
saat jam menunjukan hampir pukul 9 malam. Saat jam segitu taksi dari Blok M
malas menuju Ciledug dengan alasan macet. Aku yang sudah menyiapkan uang Rp.
100 ribu di kantong celana tak mau berlama-lama menunggu taksi, akhirnya begitu
ada metromini, akupun bergegas naik.
Mengingat punya
pengalaman dengan copet, aku mendekap tas di dada. Celakanya belum menyiapkan
ongkos. Kernet suka marah kalau dibayar dengan uang besar. Terpasa aku
mengeluarkan dompet dan mengambil uang Rp. 5.000. Saat mengambil uang Rp. 5.000
aku memasukan uang yang Rp. 100.ribu. Setelah dompet masuk ke dalam tas, segera
kututup resletingnya. Tas kembali ku dekap di dada.
Kira-kira kurang dari 20
m menjelang aku turun, aku bersiap-siap mendekati pintu. Saat itu tas kulepas
dari dekapan. Jadi tas tangan hanya tergantung di bahu. Metromini berhenti, aku
melompat turun. Saat aku mendekat ke pintu ada beberapa orang yang juga
bersiap, cuma tidak terlalu aku perhatikan.
Begitu tibda di rumah,
setelah memberi salam, aku masuk dan meletakan tas di tempat tidur. Aku
langsung merasa lemas, karena melihat retsleting tas sudah terbuka, apa yang
aku takuti terjadi, dompetku raib. Bersama semua surat penting, ATM, Jamsostek,
kartu kredit, ktp, kartu asuransi, kartu RS dll. Kontan aku menjerit dan
menangis sejadi-jadinya. Masalahnya hari itu hari Jumat, berarti besok aku
tidak bisa mengurus semua surat-surat penting. Kecuali kartu kredit dan atm
bisa lewat call centernya.
Aku merasa menjadi orang
paling miskin sedunia. Anak tidak punya susu, tidak punya popok ganti, tidak
ada uang di tangan. Suamiku memeluk dan mengusap-usap kepalaku sambil berkata “
Ikhlaskan, semoga yang mengambil karena memang membutuhkan!”
Masih dalam keadaan menangis
sesenggukan, aku menghubungi mama dan menceritakan semuanya. Tidak sampai satu
jam, dua orang keponakanku datang membawa sekotak susu sebungkus popok segali ganti berisi 10 buah.
Dan uang Rp. 100.000 dari mama dan kakak-kakakku.
Malam itu juga salam doa
rutin malamku, aku mohon ampun, atas semua kesalahan yang aku sadari maupun
yang tidak aku sadari. Dan aku juga mohon ampun sempat mempertanyakan mengapa
Tuhan menghukumku dengan cara seperti ini. Selesai menaikkan doa malam, aku
lega dan dapat tidur dengan nyenyak.
Aku terbangun di pagi
hari saat HP ku berbunyi tapi bukan alarm memang panggilan masuk. Telepehone
dari seorang kawan yang memberikan pekerjaan dengan upah sejumlah uang yang di
copet semalam. Sungguh besar kuasa
Tuhan, Ia mengganti kehilanganku tidak sampai 24 jam, dengan jumlah yang sama.
Sulit masuk nalar tapi ini kenyataan. Dan ketika aku kecopetan untuk yang kedua kali, saat
lapor polisi aku sudah bisa tersenyum dan yakin Tuhan punya rencana atas
kehidupanku. Di copet ya dikhlaskan saja! Tapi the next tetap hati-hati.
Kamarku: 16 Maret 2012
Aku ngeblog maka aku
bahagia.
Yeezy boost
ReplyDeleteAir Jordan Retro 9
Nike Air Max 270
Pandora Outlet
Jordan 4
Kyrie Shoes
Red Bottom Shoes For Women
Red Bottom Shoes For Women
Pandora Jewelry Official Site