Judul tulisanku tidak
bercanda. Aku serius. Ya aku serius! Aku sadar betul, mendendam adalah sifat
yang kurang baik, malah tidak baik tepatnya. Aku sudah mengalami nyaris
kecopetan berkali-kali dan sukses kecopetan dua kali. Jadi jangan ditanya
seberapa besar dendamku pada pencopet.
Jaman aku mahasiswa,
angkutan umum menjadi sarana transportasiku.
Sejak SD, SMP dan SMU semua area sekolah dapat ditempuh dengan jalan
kaki alias berada di sekitar perumahan tempat tinggalku. Tapi begitu harus
melanjutkan kuliah, kebetulan perguruan tinggi pilihanku jaraknya cukup jauh,
aku harus menggunakan tiga kali angkutan umum.
Dari tiga kali angkutan
umum yang aku tumpangi ada dua terminal bis yang harus disinggahi. Pertama Blok
M, kedua Pasar Minggu. Aku tinggal di kebayoran lama dan Kampusku berada di
Lenteng Agusng. Lumayan jauh, eh bukan lumayan tapi emang jauh bo!
Nyaris kecopetan pertama
terjadi di terminal Pasar Minggu. Angkutan umum Pasar Minggu-Depok namanya
Miniarta. Kondisi sudah penuh, tapi tak banyak yang berdiri jadi aku naik dan berdiri. Aku punya kebiasaan tidak
mengeluarkan dompet dalam angkutan umum. Untuk ongkos angkutan, sudah aku
siapkan di saku celana. Menyandang tas kecil berisi dompet dan alat tulis serta
tangan satu memegang map dan tangan satu lagi berpegangan pada tiang miniarta.
Saat kendaraan mulai
bergerak dan keluar dari terminal, banyak penumpang baru naik. Alhasil lumayan
penuh. Tak pernah terpikir akan di copet atau bahwa di kendaraan umum ada peluang
di copet, aku santai saja. Pada saat sopir mengerem, otomatis sedikit ada
goncangan dan entah mengapa, dengan tangan yang memegang map, aku menekan tas
di perut.
Loh kok tas ini terasa
gendut. Waduh, lutut langsung terasa tak bertulang. Jantung berdetak lebih
cepat, karena ternyata ada tangan dalam tasku.
Langsung aku melepas pegangan pada tiang Miniarta dan menangkap tangan
pencopet dalam tas. Dengan kekuatan yang dipaksakan dan setengah gemetar, aku
mau membentak tapi yang keluar, " Kamu mau mencopet yah?"
Si pencopet langsung
menarik tangannya tapi kutahan. Beberapa penumpang mulai memperhatikan.
Kebaranianku datang. Aku katakan
"Kamu pikir mahasiswa punya banyak uang?". kali ini si pencpoet
menarik tangannya dengan kencang dan aku melepaskannya hingga badan pencopet
miring. Akupunpun berteriak lebih keras. "Kiri pir, ada copet mau
turun!"
Sungguh aku tak pernah
berpikir keselamatan lain, selain dompet. Karena jarak Lenteng Agung-Kebayoran
lama bukan jarak yang dekat jika harus ditempuh dengan jalan kaki. Padahal
menurut Eko Hendrawan, Chief Editor Entertainment Kompas.com, penulis Buku
Woman Self Defense of Kushin Ryu, Saat aku mengikuti Kompasiana Blogshop dan
Roadshop Negeri 5 Menara di Bandung, Sabtu 11 Maret 2012. umunya
pencopet tidak pernah sendiri.
Minimal pencopet itu berdua bahkan sering lebih banyak lagi.
Setelah pencopet turun,
aku memeriksa tas. Jantung ini kembali berdebar keras manakala aku tidak
menemukan dompet. Oh dompetku sayang, diriku malang pikirku nyaris menangis.
Tiba-tiba aku tersadar. Dompetnya tidak ada dalam tas tapi ada disaku belakang
celana jeansku. Kali ini aku tersenyum karena dompetku selamat. Tapi tidak pada
kali selanjutnya. (Ikuti ceritaku di
Bag, ke 2)
Kamarku: Kreo, 16 Maret
2012.
Aku ngbelog maka aku bahagia.
No comments:
Post a Comment