.
Sulungku Bastiaan, bulan Juli genap berusia 9 tahun. Postur tubuh tegap dan bidang. Tingginya hampir mendekati 150 cm. Sesungguhnya bagiku, ia terlihat kurus tapi tidak bagi orang yang hanya sesekali bertemu dengan Bas.
Bentuk wajahnya serupa kami, orang tuanya. Oval dan agak memanjang. Rambut hitam tapi tak kelam, di potong model crew cut. Kulitnya putih bersih. Dibanding Vanessa, Bas memiliki warna kulit yang lebih terang.
Di sekolah Bas memiliki banyak teman baik laki-laki maupun perempuan. Salah satu Kawan perempuan di sekolah terlihat dengan status berkebutuhan khusus. Menurut keterangan orang tuanya agak-agak autis (Dalam hal ini ibunya yang kerap mengantar dan menjemput). Padahal menurut aku, ketika menjumpai anak tersebut, lebih kepada anak dengan syndrome Mongoloid karena hidup pesek dan jarak kedua mata jauh.
Mawar, sebut saja begitu, sangat menyukai Bastiaan. Menurut Bas, Mawar memang selalu berbeda sikap pada Bas dibanding ke kawan-kawan yang lain. Jika ke anak-anak lain Mawar kerap berteriak, mengejar dan menendang atau melempar sesuatu.
Menurut Bas, dari awal Mawar tidak pernah”nakal” pada Bas. Sejak itu, aku kerap berpesan pada Bas untuk selalu berteman dengan Mawar. Pernah juga Bas mengeluh karena Mawar selalu membuntuti kemana Bas berjalan saat istirahat.
“Masa kemana-mana Mawar selalu ikuti aku” Keluh Bas di suatu malam.
“Apakah dia menganggangu?” tanyaku perlahan
“Tidak sih ma. Tapi aku selalau di tertawakan teman-teman yang lain” jawab Bas.
“Kalau mereka mentertawakan kamu, Tanya saja apa ada yang lucu?” jawabku sambil mengusap kepalanya. Barangkali Bas merasa nyaman, ia semakin memasukkan kepalanya ke dalam pelukkanku.
“Eh Bas, Tanya sama Mawar, kenapa dia selalu ikuti kamu?” usulku.
‘Itu sih aku tahu! Karena gak ada yang mau main sama Mawar.!” Jawab Bas.
“Itu tugas Bas mengingatkan dan mengajak teman-teman yang lain untuk bermain dengan Mawar!” ujarku.
“Gak pada mau, mama. Mereka berteriak-teriak membuat Mawar jengkel!” jawab Bas.
“Biasanya apa yang Mawar kerjakan?” tanyaku
“Mawr jago sekali menggambar. Dia suka membuatkan aku gambar dinosaurus!” Ujar Bas ceria.
Kini tahulah aku, mengapa Bas bersikap baik pada Mawar. Ada sebuah hubungan timbal balik kebutuhan yang tidak disadari baik oleh Mawar maupun oleh Bastiaan. Analisaku, Mawar menyukai Bastiaan mungkin karena ia merasa di hargai. Sedangkan Bas yang sangat menyukai Dinosaurus tentu sangat senang jika mendapatkan gambar tersebut.
“”Mawar itu kalau soal gambar jago sekali ma! Bu Guru baru memperlihatkan gambar rumah adat, dia sudah tahu rumah adat daerah mana dan dia bisa menggambarnya” Cerita Bas penuh semangat. Saat di kelas 3, Bas memang tengah mempelajari seni buadaya Indonesia khsususnya, rumah adat, tarian daerah, dan tempat bersejarah. Hari ke hari cerita Bas tentang Mawar menunjukan tanda-tanda positif. Bas bercerita kalau kini teman-teman lain sudah tidak mengganggu Mawar lagi.
“Kok bisa, bagaimana ceritanya?” tanyaku heran
“Aku bilang sama teman-teman. Jangan ganggu Mawar, itu tidak baik karna Mawar kan juga teman kita!’ cerita Bas. Senang rasanya mendengar cerita Bas.
Tapi satu ketika aku medengar dari bas, Mawar tidak sekolah karena sakit. Hari ketiga Mawar tidak masuk, ibu Mawar menghubungi suamiku. (Yang sering berhubungan dengan sekolahnya anak-anak adalah papanya). Ternyata Mawar sakit karena sedih. Bastiaan menolak menerima hadiah dari Mawar. Saat mendengar cerita suamiku, aku mencoba mencari tahu dari Bastiaan.
Seperti biasa, usai belajar dan menyiapkan buku, aku dan anak-anak ngobrol di tempat tidur.
“kak, mama dengar mawar kasih hadiah yah buat kakak?” tanyaku.
“Iya, tapi aku tidak mau!’ Jawab Bas santai.
“Loh kok di kasih hadiah tidak mau?” tanyaku perlahan
“Iya, hadiahnya tuh tas perempuan” Jawab Bas.
“Tas perempuan seperti apa?” tanyaku lagi.
“Dari kain, warna merah, gambarnya manusia salju!” Jawab Bas.
“Jadi apanya yang tas perempuan? Itukan tas kain biasa!” Ujarku lagi.
Bastiaan terdiam, entah apa yang dipikirkannya. Aku hanya mengamati Bas yang sedang memainkan tali pengikat guling.
“Kak, kakak tahu, mawar sakit karena sedih. Kakak tidak mau menerima hadiah dari Mawar!” Ujarku perlahan.
“Kok sedih bisa sakit?” Tanya Bas.
“Ya. Karena Mawar mengira kakak sudah tidak mau jadi temannya lagi! Dia sedih akhirnya jadi pusing” Ujarku. Sebetulnya aku bingung menjelaskan konteks sedih menjadi sakit. Karena aku tahu Mawar sakit lebih pada jiwanya yang berdampak ke fisiknya.
“Mawar salah. Aku tetap mau main sama dia!’ prote Bas.
“Nah itu baru anak mama. Kalau Mawar kasih hadiah terima saja dan katakana terima kasih. Kalau kakak tidak mau pakai tas itu, berikan pada adik. Kalau Mawar Tanya kok tidak dipakai. Katakan pada Mawar karena kakak sayang sama adik, tas itu kakak berikan ke adik!” ujarku.
Keesokan hari, Bas memperlihatkan tas kain merah itu. Aku memang mengatakan pada suamiku untuk mengatakan pada ibu Mawar, Bas pasti mau menerima hadiah itu. Akhirnya tas kain itu aku yang pakai. Aku gunakan untuk menyimpan charger laptop.
Lain hari Bas bercerita kalau dia di kasih permen sama kawannya, sebut saja Melati. Menurut cerita Bas, Melati menyukai Bas. Dalam hati aku berkata waduh anakku di sukai banyak gadis! Suatu hari ketika aku berkesempatan menjemput anak-anak pulang sekolah, aku sempat duduk menunggu di kantin bersama penjemput yang lain. Bas sempat menemui aku dan menunjukan gadis yang bernama Melati. Gadis kecil berkacamata dan berkepang dua. Geli benar perasaanku. Saat bel berbunyi, kedua anakku keluar maka akupun bersiap-siap meninggalkan sekolah.
Di pintu gerbang sekolah aku berpapasan dengan sebua mobil yang tiba-tiba jendelanya terbuka. Seraut wajah ibu muda tersenyum pada Bastiaan. Ini yang namanya Bastiaan?” Tanya ibu itu. Bas mengangguk dan aku tersenyum. Di kursi belakang aku melihat Melati memeluk leher ibu itu.
“Jadi ini Bastiaan yah yang disenangi Melati?” Tanya ibu itu.
Bas dengan lugu mengangguk. Aku tertawa. Gadis kecil mengeluarkan kepala di jendela, disebelah mamanya. “Dag Bastiaan!” Seru gadis itu. Bas balas melambaikan tangannya. Ibu Melati pamit menganggukkan kepala padaku dan akupun membalasnya.
“Wah mama melati juga tahu kalau Melati suka sama kakak yah?’ tanyaku
“Ya tahulah ma. Teman-temanku juga padat tahu. Melati itu suka sama aku 95%!” Cerita Bas.
Antara geli dan terkejut aku mendengar penjelasan Bastiaan.
“Darimana tahu Melati 95 % menyukai kakak?” tanyaku heran
“Dari ramalan” Jawab Bas santai.
“Ramalan…? Ramalan apa…? Siapa yang meramal?” tanyaku penasaran.
“Teman-temanku di kelas!’ jawab Bas.
Kali ini aku serasa di skak mat. Teman sekelas main ramal-ramalan? Waduh….waduh, fenomena apa lagi nih? Terlepas dari ramal-ramalan. Aku senang melihat sikap Bas. Yang tetap rendah hati dan hormat. Atau bukan rendah hati tapi karena tidak mengerti..? Apapun jawabnya aku bangga pada Bastiaan. Sifatnya yang selalu memilih berdamai dan berteman membuatnya jadi buah bibir bukan hanya dikalangan teman sekelas tapi di kalangan orang tua teman-temannya. Bas, mama bangga padamu!
(Mei 2009)
Aku ngeblog maka aku bahagia:
http/www.elisakoraag@blogspot.com
Sulungku Bastiaan, bulan Juli genap berusia 9 tahun. Postur tubuh tegap dan bidang. Tingginya hampir mendekati 150 cm. Sesungguhnya bagiku, ia terlihat kurus tapi tidak bagi orang yang hanya sesekali bertemu dengan Bas.
Bentuk wajahnya serupa kami, orang tuanya. Oval dan agak memanjang. Rambut hitam tapi tak kelam, di potong model crew cut. Kulitnya putih bersih. Dibanding Vanessa, Bas memiliki warna kulit yang lebih terang.
Di sekolah Bas memiliki banyak teman baik laki-laki maupun perempuan. Salah satu Kawan perempuan di sekolah terlihat dengan status berkebutuhan khusus. Menurut keterangan orang tuanya agak-agak autis (Dalam hal ini ibunya yang kerap mengantar dan menjemput). Padahal menurut aku, ketika menjumpai anak tersebut, lebih kepada anak dengan syndrome Mongoloid karena hidup pesek dan jarak kedua mata jauh.
Mawar, sebut saja begitu, sangat menyukai Bastiaan. Menurut Bas, Mawar memang selalu berbeda sikap pada Bas dibanding ke kawan-kawan yang lain. Jika ke anak-anak lain Mawar kerap berteriak, mengejar dan menendang atau melempar sesuatu.
Menurut Bas, dari awal Mawar tidak pernah”nakal” pada Bas. Sejak itu, aku kerap berpesan pada Bas untuk selalu berteman dengan Mawar. Pernah juga Bas mengeluh karena Mawar selalu membuntuti kemana Bas berjalan saat istirahat.
“Masa kemana-mana Mawar selalu ikuti aku” Keluh Bas di suatu malam.
“Apakah dia menganggangu?” tanyaku perlahan
“Tidak sih ma. Tapi aku selalau di tertawakan teman-teman yang lain” jawab Bas.
“Kalau mereka mentertawakan kamu, Tanya saja apa ada yang lucu?” jawabku sambil mengusap kepalanya. Barangkali Bas merasa nyaman, ia semakin memasukkan kepalanya ke dalam pelukkanku.
“Eh Bas, Tanya sama Mawar, kenapa dia selalu ikuti kamu?” usulku.
‘Itu sih aku tahu! Karena gak ada yang mau main sama Mawar.!” Jawab Bas.
“Itu tugas Bas mengingatkan dan mengajak teman-teman yang lain untuk bermain dengan Mawar!” ujarku.
“Gak pada mau, mama. Mereka berteriak-teriak membuat Mawar jengkel!” jawab Bas.
“Biasanya apa yang Mawar kerjakan?” tanyaku
“Mawr jago sekali menggambar. Dia suka membuatkan aku gambar dinosaurus!” Ujar Bas ceria.
Kini tahulah aku, mengapa Bas bersikap baik pada Mawar. Ada sebuah hubungan timbal balik kebutuhan yang tidak disadari baik oleh Mawar maupun oleh Bastiaan. Analisaku, Mawar menyukai Bastiaan mungkin karena ia merasa di hargai. Sedangkan Bas yang sangat menyukai Dinosaurus tentu sangat senang jika mendapatkan gambar tersebut.
“”Mawar itu kalau soal gambar jago sekali ma! Bu Guru baru memperlihatkan gambar rumah adat, dia sudah tahu rumah adat daerah mana dan dia bisa menggambarnya” Cerita Bas penuh semangat. Saat di kelas 3, Bas memang tengah mempelajari seni buadaya Indonesia khsususnya, rumah adat, tarian daerah, dan tempat bersejarah. Hari ke hari cerita Bas tentang Mawar menunjukan tanda-tanda positif. Bas bercerita kalau kini teman-teman lain sudah tidak mengganggu Mawar lagi.
“Kok bisa, bagaimana ceritanya?” tanyaku heran
“Aku bilang sama teman-teman. Jangan ganggu Mawar, itu tidak baik karna Mawar kan juga teman kita!’ cerita Bas. Senang rasanya mendengar cerita Bas.
Tapi satu ketika aku medengar dari bas, Mawar tidak sekolah karena sakit. Hari ketiga Mawar tidak masuk, ibu Mawar menghubungi suamiku. (Yang sering berhubungan dengan sekolahnya anak-anak adalah papanya). Ternyata Mawar sakit karena sedih. Bastiaan menolak menerima hadiah dari Mawar. Saat mendengar cerita suamiku, aku mencoba mencari tahu dari Bastiaan.
Seperti biasa, usai belajar dan menyiapkan buku, aku dan anak-anak ngobrol di tempat tidur.
“kak, mama dengar mawar kasih hadiah yah buat kakak?” tanyaku.
“Iya, tapi aku tidak mau!’ Jawab Bas santai.
“Loh kok di kasih hadiah tidak mau?” tanyaku perlahan
“Iya, hadiahnya tuh tas perempuan” Jawab Bas.
“Tas perempuan seperti apa?” tanyaku lagi.
“Dari kain, warna merah, gambarnya manusia salju!” Jawab Bas.
“Jadi apanya yang tas perempuan? Itukan tas kain biasa!” Ujarku lagi.
Bastiaan terdiam, entah apa yang dipikirkannya. Aku hanya mengamati Bas yang sedang memainkan tali pengikat guling.
“Kak, kakak tahu, mawar sakit karena sedih. Kakak tidak mau menerima hadiah dari Mawar!” Ujarku perlahan.
“Kok sedih bisa sakit?” Tanya Bas.
“Ya. Karena Mawar mengira kakak sudah tidak mau jadi temannya lagi! Dia sedih akhirnya jadi pusing” Ujarku. Sebetulnya aku bingung menjelaskan konteks sedih menjadi sakit. Karena aku tahu Mawar sakit lebih pada jiwanya yang berdampak ke fisiknya.
“Mawar salah. Aku tetap mau main sama dia!’ prote Bas.
“Nah itu baru anak mama. Kalau Mawar kasih hadiah terima saja dan katakana terima kasih. Kalau kakak tidak mau pakai tas itu, berikan pada adik. Kalau Mawar Tanya kok tidak dipakai. Katakan pada Mawar karena kakak sayang sama adik, tas itu kakak berikan ke adik!” ujarku.
Keesokan hari, Bas memperlihatkan tas kain merah itu. Aku memang mengatakan pada suamiku untuk mengatakan pada ibu Mawar, Bas pasti mau menerima hadiah itu. Akhirnya tas kain itu aku yang pakai. Aku gunakan untuk menyimpan charger laptop.
Lain hari Bas bercerita kalau dia di kasih permen sama kawannya, sebut saja Melati. Menurut cerita Bas, Melati menyukai Bas. Dalam hati aku berkata waduh anakku di sukai banyak gadis! Suatu hari ketika aku berkesempatan menjemput anak-anak pulang sekolah, aku sempat duduk menunggu di kantin bersama penjemput yang lain. Bas sempat menemui aku dan menunjukan gadis yang bernama Melati. Gadis kecil berkacamata dan berkepang dua. Geli benar perasaanku. Saat bel berbunyi, kedua anakku keluar maka akupun bersiap-siap meninggalkan sekolah.
Di pintu gerbang sekolah aku berpapasan dengan sebua mobil yang tiba-tiba jendelanya terbuka. Seraut wajah ibu muda tersenyum pada Bastiaan. Ini yang namanya Bastiaan?” Tanya ibu itu. Bas mengangguk dan aku tersenyum. Di kursi belakang aku melihat Melati memeluk leher ibu itu.
“Jadi ini Bastiaan yah yang disenangi Melati?” Tanya ibu itu.
Bas dengan lugu mengangguk. Aku tertawa. Gadis kecil mengeluarkan kepala di jendela, disebelah mamanya. “Dag Bastiaan!” Seru gadis itu. Bas balas melambaikan tangannya. Ibu Melati pamit menganggukkan kepala padaku dan akupun membalasnya.
“Wah mama melati juga tahu kalau Melati suka sama kakak yah?’ tanyaku
“Ya tahulah ma. Teman-temanku juga padat tahu. Melati itu suka sama aku 95%!” Cerita Bas.
Antara geli dan terkejut aku mendengar penjelasan Bastiaan.
“Darimana tahu Melati 95 % menyukai kakak?” tanyaku heran
“Dari ramalan” Jawab Bas santai.
“Ramalan…? Ramalan apa…? Siapa yang meramal?” tanyaku penasaran.
“Teman-temanku di kelas!’ jawab Bas.
Kali ini aku serasa di skak mat. Teman sekelas main ramal-ramalan? Waduh….waduh, fenomena apa lagi nih? Terlepas dari ramal-ramalan. Aku senang melihat sikap Bas. Yang tetap rendah hati dan hormat. Atau bukan rendah hati tapi karena tidak mengerti..? Apapun jawabnya aku bangga pada Bastiaan. Sifatnya yang selalu memilih berdamai dan berteman membuatnya jadi buah bibir bukan hanya dikalangan teman sekelas tapi di kalangan orang tua teman-temannya. Bas, mama bangga padamu!
(Mei 2009)
Aku ngeblog maka aku bahagia:
http/www.elisakoraag@blogspot.com
No comments:
Post a Comment